GRATIS... Klik di sini

Pertama

Rabu, 24 Agustus 2011

Cerita Anak : Sayap Pelangi Si Tutun


Tutun adalah seekor kupu-kupu kecil. Ia senang sekali melihat pelangi. Warna pelangi yang indah mengingatkan Tutun pada sayap ibunya. Sayapnya sendiri sebenarnya indah berwarna kuning. Tetapi Ia tidak senang melihatnya. Ia merasa tidak secantik ibunya.
“Ibu, mengapa sayapku tidak secantik sayap ibu?” tanya Tutun suatu hari. Sore itu hari habis hujan dan pelangi muncul dibalik titik hujan. “Aku ingin punya sayap pelangi seperti ibu,” kata Tutun lirih.
“Anakku, sayapmu cantik. Tidak ada yang salah dengan sayap itu,” jawab ibunya. “Sayapku jelek Bu, tidak seperti pelangi. Aku malu punya sayap seperti ini,” kata Tutun lagi. “Nak, tidak ada sayap kupu-kupu yang jelek. Lihat sayapmu mirip bunga-bunga yang ada di taman ini,” jawab ibu. Ibu kupu-kupu memandang Tutun dengan sayang. Sayap pelanginya membelai sayap Tutun perlahan.
Tutun terdiam. Memang, warna sayapnya mirip dengan bunga matahari. Tetapi dibandingkan dengan warna bunga mawar atau kembang sepatu, sayapnya tidak mirip sama sekali. Tutun merasa sedih. Perutnya yang lapar tidak dirasakannya. Ia terdiam cukup lama di atas bunga mawar yang cantik sampai ibunya mengajak pulang.
Pada suatu hari Tutun terbang sendiri di hari yang cerah. Hari itu ia lupa pada mimpinya mempunyai sayap pelangi karena bunga-bunga di taman memancarkan bau harum yang menggoda seleranya. Sayapnya yang mungil dengan lincah menerbangkan Tutun ke atas bunga-bunga yang madunya terasa manis di mulut. Ia beterbangan dari satu bunga ke bunga lainnya sampai kelelahan. Kemudian dia beristirahat diatas kuntum bunga sambil membersihan kakinya dari serbuk-sebuk bunga yang menempel.
“Kak, lihat ada kupu-kupu cantik, “ tiba-tiba suara anak kecil mengejutkan Tutun. Telunjuk anak itu mengarah kepadanya Tutun melihat ke kanan dan ke kiri, kalau-kalau yang dimaksud anak itu adalah kupu-kupu lain. Tetapi ia hanya sendiri di taman itu,
“Ayo kita tangkap. Ayo, kak, cepat,” teriak anak kecil itu lagi. Kedua anak itu berlarian ke arah Tutun. Tutun yang sedang kelelahan tidak sempat terbang menghindar. Ia ditangkap dan dimasukan kedalam plastik bening yang dibawa anak itu.
“Aku tak bisa bernafas! Tolong aku ibu !” teriak Tutun. Anak kecil itu tidak dapat mendengar suara Tutun, demikian juga ibunya yang berada jauh dari taman itu. “Tolong aku, jangan tangkap aku!” teriak Tutun. Tapi sia-sia. Ia merasakan tubuhnya berguncang-guncang karena ank itu membawa kantung plastik yang berisi tutun sambil berlari kegirangan . Tutun mulai menangis.
Sesampai dirumah, Tutun dipindahkan ke dalam sebuah gelas tertutup. Ia tidak bisa terbang karena gelas itu kecil sekali. Sesekali tutup gelas itu dibuka sedikit dan jari anak kecil itu membelai sayapnya dengan lembut.
“Kak, rasakan sayapnya. Lembut sekali ya seperti beludru,” kata anak yang lebih kecil. Anak yang satu lagi mengangguk. Mereka tidak henti-hentinya mengagumi keindahan ayap Tutun.
Gelas itu diletakan diletakan di dekat jendela. Tutun dapat melihat keluar jendela., ke arah taman tempat ia bermain tadi. Sambil merenung ia teringat pada ibunya. Aku ingin terbang bebas, kembali ke rumah. Sayap kuningnya terkulai tak berdaya.
Dalam tidurnya, Tutun bermimpi memiliki sayap seperti pelangi. Tetapi tidak dapat terbang karena tertempel pada sebuah papan yang dilapisi kaca. Tubuhnya beku dan tidak dapat digerakkan. Banyak orang yang mengagumi sayapnya yang indah seperti pelangi. Ia hanya dapat menangis karena ia tidak dapat terbang lagi.
Tetapi tiba-tiba…ia merasa tubuhnya ringan sekali. Ia dapat bernafas dengan lega dan sayapnya dapat bergerak lagi. Tutun terbangun dari tidurya dan….memang benar ia dapat terbang lagi. Anak kecil yang tadi menangkapanya telah melepaskan dan membukakan jendela untuk Tutun. Ia terbang keluar jendela dengan hati riang. “Terbang ya kupu-kupu, nanti kita main lagi di taman “ didengarnya anak itu berteriak padanya.
“Horee!!” teriak Tutun. “Aku bebas!” Matahari terasa hangat disayapnya yang kuning.
Mulai saat itu walaupun sayapnya tidak seindah pelangi, Tutun bahagia karena ia dapat terbang kemanapun ia mau . Ia tidak malu lagi dengan sayap kuningnya. Sampai sekarang Tutun masih senang melihat pelangi, karena bila ia sedang sendirian, pelangi mengingatkannya pada sayap ibunya yang indah.
Catur Andayani (Buncil Ayahbunda No.05/2004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar