tag:blogger.com,1999:blog-79541979133085194492024-03-14T05:21:29.384+07:00GAMES TOP COMKumpulan cerita, dongeng, kisah rakyat, games, quiz, dan artikel ilmu pengetahuan lainnya dari berbagai tempat.games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.comBlogger101125tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-32558408818347055042013-03-17T16:01:00.000+07:002013-03-17T16:01:06.024+07:00Cerita Anak : Harimau & Kerbau<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXm7iNW8uw-a_EzFCP9_tvpbm-cL0P2b7TP2R0qbiSbBSfAENVudcP3sSrAp9FFpwbaom_3oAYENgLWFM3d_xqxV5L0sPQYPf-FYFJDG1OGg1S_efubJm58hxHcDTyIQS-n7o7afOkT3qa/s1600/Kebo.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="178" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXm7iNW8uw-a_EzFCP9_tvpbm-cL0P2b7TP2R0qbiSbBSfAENVudcP3sSrAp9FFpwbaom_3oAYENgLWFM3d_xqxV5L0sPQYPf-FYFJDG1OGg1S_efubJm58hxHcDTyIQS-n7o7afOkT3qa/s320/Kebo.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Cerita Rakyat Lombok<br />
<br />
Dahulu kala, di suatu padang kering dan tandus hiduplah seekor kerbau kurus. Karena hampir tiap hari tak mendapatkan rumput, maka kerbau itu pergi ke padang yang lain. Sampailah dia ke padang dimana banyak rumputnya. Hatinya gembira melihat rumput hijau itu.<br />
<br />
“Nah, inilah makananku,” gumamnya sendiri dan tersenyum.<br />
<br />
Tapi tiba-tiba muncullah seekor harimau besar menghadangnya. Lalu dia berkata, “O, tidak mudah kau ambil makan di sini kecuali sudah mendapat ijinku.”<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
“Kalau begitu ijinkanlah aku memakannya,” pinta kerbau.<br />
<br />
“Silakan, asal kau mau memberikan sesuatu padaku,” jawab harimau. “Sebab setiap siapa datang kemari untuk makan rumput pasti berjanji akan memberikan sesuatu untukku. Bagaimana kalau kau besok memberikan hatimu kepadaku?”<br />
<br />
<br />
Kerbau berpikir sejenak.<br />
<br />
“Biarlah akan kuberikan padamu,” akhirnya kerbau berjanji akan memberikan hatinya kepada harimau.<br />
<br />
Beberapa hari kemudian harimau menemui kerbau, tapi si kerbau sudah mengerti maksud kedatangan harimau.<br />
<br />
“Bagaimana janjimu, kerbau?” tanya harimau,<br />
<br />
“Kau terlalu cepat menagih janjimu,” jawab kerbau. “Sabarlah besok kalau badanku sudah gemuk.”<br />
<br />
Selang beberapa bulan kemudian badan kerbau memang sudah nampak gemuk. Karena itulah, maka harimau ingin segera kerbau memenuhi janjinya. Tapi si kerbau tak mau menyerahkan hatinya. Dia ingin mempertahankannya. “Kenapa aku harus menyerahkan satu-satunya hatiku? Padahal hanya karena aku makan rumput di sini. Bukankah rumput ini juga milikku?” pikirnya.<br />
<br />
Mendengar geram harimau, kerbau siap melawannya. Dan memang terjadilah pertarungan sengit antara dua binatang itu. Lama juga pertarungan yang nampak saling serang menyerang itu. Tapi akhirnya kerbau tak kuat menahan serangan harimau. Dia lari. Tapi harimau terus mengejarnya.<br />
<br />
Di tengah perjalanan kerbau berjumpa dengan kuda.<br />
<br />
“Ada apa kau lari terengah-engah?” tanya kuda terheran-heran.<br />
<br />
“Aku dikejar harimau. Hendak membunuhku,” jawab kerbau tersengal-sengal.<br />
<br />
“Jangan kuatir! Bersembunyilah di balik badanku!” suruh kuda.<br />
<br />
Ketika harimau datang terjadilah perkelahian antara harimau dan kuda. Mereka saling dorong mendorong. Saling memagut. Saling ingin merobohkan. Tapi akhirnya kuda pun terpaksa mengakui keperkasaan si raja hutan.<br />
<br />
Kuda dan kerbau terpaksa lari menemui banteng.<br />
<br />
“Tolong kawan, kami akan dibunuh harimau. Dia mengejarku sekarang. Tolonglah …” kata kuda gelisah.<br />
<br />
“Baiklah. Jika harimau ingin membunuhmu, biarlah dia membunuh si banteng perkasa ini lebih dulu,” ujar banteng bangga. “Mana dia sekarang?”<br />
<br />
Belum lagi kuda dan kerbau menjawab, harimau telah melompat dan menerkam banteng. Dia menerjangnya sekuat tenaga. Terjadilah pertarungan sengit. Tapi akhirnya bantengpun terpaksa menyerah kalah. Mereka bertiga lari tunggang langgang. Sedangkan harimau terus mengejarnya, seolah belum puas bila belum memakan ketiga binatang itu.<br />
<br />
Sampailah mereka di sebuah padang rumput dimana terdapat sebuah sumur tua. Mereka bertemu dengan kambing dan memberitahukan kalau mereka dalam keadaan bahaya, hendak dibunuh harimau. Dan tanpa banyak kata kambing segera bersiap membantunya. Dia mengoleskan buah kaktus hingga badannya merah.<br />
<br />
Tiba-tiba harimau datang dengan geramnya.<br />
<br />
“Kamu lihat kerbau dan kawan-kawannya?” tanya harimau garang.<br />
<br />
“Ya, kenapa?” jawab kambing.<br />
<br />
“Mereka hendak kubunuh.”<br />
<br />
“Mereka telah kubunuh semua, karena menggangguku. Kau pun akan kubunuh jika menggangguku. Lihatlah badanku sampai merah begini. Ketiga binatang itu telah kubinasakan.”<br />
<br />
“Dimana mereka sekarang ?” kejar harimau belum puas.<br />
<br />
“Kalau kau ingin melihat mereka, tengoklah sumur itu!”<br />
<br />
Harimau heran. Lalu dia melongokkan kepalanya ke dalam sumur. Tapi belum lagi dia melihat isi sumur, banteng mendorongnya dari belakang hingga harimau terjerembab ke dalam sumur tua itu. Matilah harimau. ***<br />
games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-10491401381102893472013-03-17T15:54:00.001+07:002013-03-17T15:54:30.104+07:00Cerita Anak : Asal Usul Kali Gajah Wong<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhW-L02fkVTz2u-TeRjLSksNMGXsuqGELj4igWxbmqP1mtE5K9gWiTXx8fUhh8UePFok7jqyLyNF_M5PkqffUnM-kOdGyjkGpx77gsC_BFE6syaGG6yFO3wu_spIuUQw__j1Mmqbplb_GO_/s1600/Kali.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="212" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhW-L02fkVTz2u-TeRjLSksNMGXsuqGELj4igWxbmqP1mtE5K9gWiTXx8fUhh8UePFok7jqyLyNF_M5PkqffUnM-kOdGyjkGpx77gsC_BFE6syaGG6yFO3wu_spIuUQw__j1Mmqbplb_GO_/s320/Kali.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Konon menurut cerita yang dimitoskan oleh masyarakat Yogyakarta Selatan, terjadilah suatu peristiwa yang sangat menakjubkan. Yakni terjadinya sungai Gajah Wong pada zaman kerajaan Mataram yang diperintah oleh Raja Sultan Agung.<br />
<br />
Kali Gajah Wong adalah sebuah kali yang terletak ditengah-tengah kota kecamatan Kotagede. Panjang kali ini tak lebih dari 20 kilometer.<br />
<br />
Pada abad ketujuhbelas, kali ini merupakan kali yang kecil. Masyarakat di situ menyebutnya sebuah kalen, yang artinya kali kecil. Dan kebetulan airnyapun hanya gemercik mengalir sedikit sekali.<br />
<br />
Pada suatu hari Sultan memanggil seorang Pawang Gajah.<br />
<br />
“Pawang, cobalah kau mandikan gajah itu hingga bersih”.<br />
<br />
“Oh…. hamba akan kerjakan kehendak Gusti Sultan,” jawab Pawang.<br />
<br />
“Di kali sana, yang airnya bening sekali,” sabda Sultan lagi.<br />
<br />
“Demi Sultan, akan segera kukerjakan perintah ini”.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<br />
Tetapi mana mungkin, kali ini sangat sedikit airnya. Tak dapat untuk memandikan gajah yang besar itu. Pawang termenung sejenak sebelum turun ke kali kecil itu. Tetapi apalah daya, tak mungkin Pawang ini menolak kehendak Gusti Sultan. Dan dia segera turun ke kali bersama gajahnya. Air kali itu hanya dapat membasahi kuku gajah dan tumit Pawang. Dengan segala cara Pawang tak berhasil memandikan gajahnya, karena air yang gemercik tak cukup untuk mengguyur seluruh tubuh gajah. Pawang mulai panik. Mulai risau. Takut akan mendapat amarah dari Sultan. Dia segera memutuskan untuk pulang, untuk menghadap Gusti Sultan. Dia berharap, kiranya Gusti Sultan tak akan marah.<br />
<br />
“Ampun beribu ampun Gusti Sultan, hamba telah bardosa tidak dapat menunaikan perintah Gusti Sultan. Hukumlah hamba ini atas kesalahan hamba. Hamba tak dapat memandikan gajah dengan bersih. Karena air kali cuma sedikit sekali. Dan rasanya tidak mungkin hamba dapat memandikannya,” hatur Pawang dengan gemetar.<br />
<br />
“Tidak, aku tidak akan menghukummu Pawang, sebelum kau mencoba dengan sebaik-baiknya. Cobalah sekali lagi kau bawa ke kali, gajah yang kau mandikan tadi. Kalau dengan sabar, aku yakin, pasti kau akan dapat melakukannya dengan baik. Pergilah sekarang juga.”<br />
<br />
Tanpa membantah Pawang segera pergi ke kali dengan gajahnya. Melihat air kali yang semakin sedikit itu, Pawang semakin gelisah. Kemudian dia bersama gajahnya menuruni kali.<br />
<br />
Dia memutar otaknya, bagaimana cara yang paling baik agar gajah dapat dimandikan.<br />
<br />
“O, sungai membuatku celaka ! Airnya tak cukup untuk mengguyurku. Apalagi untuk memandikan gajah,” katanya sendirian sambil mengusap tubuh gajah dengan air itu.<br />
<br />
“Hentikan saja airmu ini wahai kali, daripada engkau membuatku celaka. Keringlah kau air, daripada menambah sedihku. Habislah kau air !” kata Pawang dengan geram.<br />
<br />
Tiba-tiba saja air kali kecil itu mendadak banjir. Banjir besar sampai melanda daerah sekeliling kali itu. Pawang tidak dapat menguasai diri. Air kali itu menghanyutkan Pawang dan gajahnya.<br />
<br />
Pada akhirnya Gusti Sultanpun mendengar berita tentang Banjir itu. Gusti Sultan sangat terkejut mendengarnya. Dan untuk kenang-kenangan, kali itu disebut kali ‘Gajah Wong”, karena kali telah menghanyutkan gajah dan orang (Pawang).<br />
<br />
Sampai kinipun di desa Wonokromo Kecamatan Pleret masih terdapat bukit kecil, yang letaknya di pinggir kali Gajah Wong, yang dimitoskan warga, bahwa bukit itu adalah makam seorang Pawang dan gajahnya. ***<br />
games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-51810379471569288642013-03-17T15:50:00.002+07:002013-03-17T15:50:53.321+07:00Cerita Lucu : Merek HP<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZSU4AWJARpLB0Vjit5XCAR2u63DgA40T1SauMnm5VK22eoAlORRr3BGblZEixVOa6AE0ct5NIxdVrgT0L1_HDfqU8P1BARe2tD8cQtqBRVzZ5vgXEINaewBjHmmw_3VuxhV4THh_7rnM4/s1600/HP.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZSU4AWJARpLB0Vjit5XCAR2u63DgA40T1SauMnm5VK22eoAlORRr3BGblZEixVOa6AE0ct5NIxdVrgT0L1_HDfqU8P1BARe2tD8cQtqBRVzZ5vgXEINaewBjHmmw_3VuxhV4THh_7rnM4/s200/HP.jpg" width="200" /></a></div>
<br />
Suatu hari berkumpul 3 cowok tanggung.<br />
<br />
Co 1 : "Eh, hp lo apa?"<br />
<br />
Co 2 : "blackberry dong.. :D"<br />
<br />
Co 2 : "kalo elo?" - tanya ke Co 3.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Co 3 : "gue sih apple. kalo elo?" - tanyanya ke Co 1<br />
<br />
Co 1 : "jeruk"<br />
<br />
Co 2 & Co 3 : "............"<br />
games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-17055598522993576102013-03-17T15:45:00.004+07:002013-03-17T15:45:48.415+07:00Cerita Lucu : 3 Suami......<br />
Tiga orang suami sedang menceritakan perselingakuhan istrinya masing-masing.<br />
<br />
Suami 1: "Gile bro...keknya sih istri gue ada selingakuh sama tukang ledeng... Kemaris pas pulang kantor, gue nemuin sisa pipa dan tang di kolong tempat tidur gue. T_T "<br />
<br />
Suami 2 :"Keknya istri gue juga deh bray.., dia sepertinya selingakuh sama orang PLN. Gue juga<br />
<a name='more'></a> nemuin ada kabel dan obeng yang bukan punya gue di kolong tempat tidur!!!"<br />
<br />
Suami 3 terlihat amat stress. "Guys, tau gak...kayaknya istri gue selingakuh sama kuda !"<br />
<br />
"Ahhhh yang bener?!" kata kedua temannya terkejut gak percaya.<br />
<br />
"Bener, kemarin waktu gue pulang kerja, gue liat ada joki dikolong tempat tidur gue."<br />
games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-2549111065090426062013-03-17T15:35:00.001+07:002013-03-17T15:35:18.333+07:00Cerita Lucu : Nyamuk Dan Anaknya<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvZVDu02Mt19it5-v5noBOR5dt7lBsHrQeycXY_iscSEvK_m_E-3mhkFbs3kvVKxsQYH3ZwW_yccSLYjIWanBRoJi99tLJdYFu1H2Sg9kQ644NudYRC073BFa5JrneDh9lN8ezvbjgnRsy/s1600/nyamuk.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="270" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvZVDu02Mt19it5-v5noBOR5dt7lBsHrQeycXY_iscSEvK_m_E-3mhkFbs3kvVKxsQYH3ZwW_yccSLYjIWanBRoJi99tLJdYFu1H2Sg9kQ644NudYRC073BFa5JrneDh9lN8ezvbjgnRsy/s320/nyamuk.jpg" width="320" /></a></div>
<span style="font-family: Helvetica, verdana, serif, Calibri, 'Times New Roman', Times, serif;">Nyamuk : Gimana nak rasanya belajar terbang?</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica, verdana, serif, Calibri, Times New Roman, Times, serif;">Anak Nyamuk : Enak mak... keren</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica, verdana, serif, Calibri, Times New Roman, Times, serif;">Nyamuk : Kok bisa gitu</span></div>
<a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica, verdana, serif, Calibri, Times New Roman, Times, serif;">Anak Nyamuk : Abis tiap terbang orang-orang pada tepuk tangan mak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica, verdana, serif, Calibri, Times New Roman, Times, serif;">Nyamuk : T_T</span></div>
games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-39631857704132957652013-03-17T15:29:00.000+07:002013-03-17T15:29:01.722+07:00Cerita Lucu : Tukang Becak Dan Kuntilanak<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVOjbXJAi_AlA4g68eEFqkp2fBPI9Nl-PoRx9mkPIqryHpw_sXfZmrjdIvr3BBymUSGuwZZzpzggDMztnus_2oSuYpbJ70MEW6PI8p8gaEZ36P6tSZuyEbPcysS7ir_pO0DPBIY9YstARj/s1600/becak.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="294" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVOjbXJAi_AlA4g68eEFqkp2fBPI9Nl-PoRx9mkPIqryHpw_sXfZmrjdIvr3BBymUSGuwZZzpzggDMztnus_2oSuYpbJ70MEW6PI8p8gaEZ36P6tSZuyEbPcysS7ir_pO0DPBIY9YstARj/s320/becak.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Malam yang dingin. Seorang tukang becak menyun karena gak dapat penumpang dari sore. Akhirnya si tukang becak memutuskan untuk pulang. Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba muncul seorang wanita berambut panjang memanggilnya. “Wah, penumpang nih,” pikir si tukang becak. Akhirnya wanita itu naik.<br />
<br />
Tukang becak: “Mau kemana, dik?”<br />
<br />
“Jalan aja pak, nanti saya beritau” jawab<br />
<a name='more'></a> wanita itu datar.<br />
<br />
Ketika sampai di dekat kuburan, Tiba-tiba menyuruh becak berhenti. “Stop, bang…”,katanya.<br />
<br />
Pada saat si wanita turun, tukang becak melihat ternyata kaki wanita berambut panjang itu tidak menyentuh tanah. Serta merta si tukang becak berkata sambil mengigil : “Hiiii….Kuntilanakkkkkkkkk……”<br />
<br />
Dengan spontan wanita itu melirik sinis ke arah si tukang becak : “Biarin…daripada lu, tukang becak!”<br />
games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-42771258759019734562013-03-17T15:24:00.002+07:002013-03-17T15:24:13.953+07:00Cerita Anak : Seperti Tumbuhan Padi<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwXmcFLqo2sCEUiFh9YiVnWqgDu2pPLKUfjLTGBZRfjkQRTGNs3cQ5kEhC8Agxxs_xbJFd6HUP97mnD2UUPnUPKWgmS2Q_S6IbYMCvllAH2s6FwH8RyxDDOg3XaROmurafHMiWMx3qjHPN/s1600/padi.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="210" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwXmcFLqo2sCEUiFh9YiVnWqgDu2pPLKUfjLTGBZRfjkQRTGNs3cQ5kEhC8Agxxs_xbJFd6HUP97mnD2UUPnUPKWgmS2Q_S6IbYMCvllAH2s6FwH8RyxDDOg3XaROmurafHMiWMx3qjHPN/s400/padi.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
Sepatu belum dilepas. Pakaian seragam sekolahnyapun belum juga diganti. Tas dilempar di tempat tidurnya. Sigit langsung membantingkan dirinya sambil menggerutu dengan wajah cemberut. Emosinya meledak.<br />
<br />
Itulah sebabnya, maka ibunya memasang telinga di muka pintu Sigit. lngin mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi pada anak tunggalnya itu.<br />
<br />
“Prok! Prok!” suara di dalam kamar itu mengejutkan ibu Sigit.<br />
<br />
“Ada apa sih, Git?” tanya ibu Sigit dari balik pintu kamar.<br />
<br />
Tidak ada jawaban dari dalam kamar.<br />
<br />
“Keluarlah nak…..!”<br />
<a name='more'></a> pinta ibu Sigit halus.<br />
<br />
Itupun tak dijawab oleh Sigit.<br />
<br />
“Sebaiknya sepulang sekolah kamu cuci tangan dan makan dulu, Git…”<br />
<br />
Tetap tidak ada sautan. Hal itu menyebabkan ibu Sigit geleng-geleng kepala dan akhirnya berlalu menuju dapur untuk menyiapkan makan siang.<br />
<br />
Jam menunjukkan pukul lima sore ketika Sigit selesai mandi. Kini wajahnya tak secemberut siang tadi. Apa lagi tak lama kemudian Dullah<br />
datang membawa buah duku.<br />
<br />
<br />
“Manis juga ya….” ujar Sigit sambil mengunyah duku.<br />
<br />
“Mau yang masam?” kelakar Dullah.<br />
<br />
“Nggak, ah….”<br />
<br />
Ditengah-tengah keasyikan itu tiba-tiba ibu Sigit mendekatinya.<br />
<br />
“Nah, hegitu dong, susah itu tak ada gunanya, bukan?” kata ibu Sigit.<br />
<br />
“Benar nggak, Git! Dul…! Oya, sebenarnya ada kejadian apa sih, Dul, siang tadi? Sepulang sekolah Sigit mengunci kamar menggerutu tak ada habisnya.”<br />
<br />
Dua anak itu berpandang-pandangan. Dullah berpikir¬pikir.<br />
<br />
“Apa sih, Git?” bisik Dullah kepada Sigit.<br />
<br />
“Ridwan! Murid baru tadi!” jawab Sigit berbisik pula. Dullah jadi ingat.<br />
<br />
“Oya bu, di kelas kami ada seorang murid baru. Ridwan namanya. Dia berasal dari desa. Dia pendiam tak banyak omong. Penakut barangkali. Oleh karena itulah maka Iping selalu menyindirnya, mana anak udik! Anak tak becus dan sebagainya. Tetapi Ridwan tak marah sedikit pun. Namun di balik itu semua, dia cerdas sekali. Tadi ketika ulangan matematika dia mendapat nilai sepuluh. Bayangkan, bu! Padahal lainnya paling tinggi hanya mendapat tujuh. Termasuk Sigit yang biasanya mendapat nilai paling baik. Namun kali ini ada yang mengungguli.”<br />
<br />
Sigit menunduk.<br />
<br />
“Itukah yang menyebabkan siang tadi kau cemberut, Git?” desak ibu Sigit. “Itu keliru. Seharusnya teman baru yang lebih pandai harus bersyukur. Bahkan dapat kalian manfaatkan. Kalian harus banyak belajar dari dia, agar nilai-nilaimu nanti dapat lebih baik. Lebih dari itu ibu yakin dia mesti anak baik. Tidak sombong. Tidak suka menonjolkan kepandaiannya. Ibarat tumbuhan padi. Menunduk karena berisi. Nah, kalian harus meniru ilmu padi itu.”<br />
<br />
Sigit dan Dullah saling berpandangan. Mereka mengerti maksud ibu Sigit.<br />
<br />
“Baiklah, bu,” ucap Sigit tersendat.<br />
<br />
“Kapan-kapan kita belajar bersama ke rumahnya,” sambung Dullah. “Karena memang ujian sudah dekat.”<br />
<br />
“Tentu!” jawab Sigit.***<br />
games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-44648306305160611512011-12-26T12:44:00.000+07:002011-12-26T12:44:02.964+07:00Cerita Anak : KENA BATUNYA<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial; clear: left; float: left; font-size: 12pt; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img height="146" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSX6wUoiS3mkdKtF6dsAo8aW5_jnBQ_IpvsizNXZlRphtqpk3NFvUrYn_wA" width="200" /> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial; font-size: 12pt;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Terdengar nyaring bunyi bel di tabuh.<o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial; font-size: 12pt;">“Teng.... teng.... teng.....</span>”<span style="font-size: 12pt;"><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Horeee.......”, teriak anak-anak demi mendengar bel tanda sekolah usai yang dipukul oleh Pak Bon yang bertugas di SD Utama Malang.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Nah, anak-anak, jangan lupa besok kalian harus membawa PR matematika yang telah diberikan kemarin”, kata Pak Agung, guru kelas IV di SD tersebut.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Mereka yang tidak mengerjakannya akan Bapak beri hukuman menyapu lantai”.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Ya, Paaaak”, teriak anak-anak dengan serempak.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;"></span></span></span></div><a name='more'></a><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Dua anak bersungut-sungut sambil keluar ruangan kelas.<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Semua ini gara-gara Pak Haryo”, kata Bedu.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Kalau Pak Haryo tidak pensiun minggu lalu, Pak Agung tidak akan menggantikannya mengajar kita”, terusnya.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Dan kita tidak akan sering mendapat PR”, sahut Dodit.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Mentang-mentang baru lulus dari IKIP, seenaknya saja menyuruh kita mengerjakan PR matematika yang sulit seperti ini”.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Ya begitulah guru baru yang berlagak, Agung Prasetyo W.”, sahut Bedu lagi tak mau kalah.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Tapi tenang saja Dit, kita jalankan rencana kita seperti biasanya. Siapa ya korban berikutnya?”</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Belum sempat Dodit menjawabnya, terdengar langkah kecil mendekati mereka.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Hai Bedu, hai Dodit, apa kabarnya. Eh, sori ya, aku terburu-buru nih, harus segera pulang ke rumah”.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Bedu dan Dodit berpandangan penuh keheranan.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Tidak biasanya tuh si Azhar menyapa kita”, bisik Dodit.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Iya, biasanya dia malah selalu menghindar kalau kita dekati”, kata Bedu dengan berbisik juga. Sejurus kemudian mereka berdua bertatapan mata dan tersenyum. Dodit mengangguk melihat pandangan mata Bedu yang meminta persetujuan.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Eh Azhar, jangan pergi dulu. Ke sini sebentar deh, kita kan sedang ada perlu sama kamu”, kata Bedu.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Iya kan Dit?”.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Iya”, kata Dodit sambil memegang tangan Azhar.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Kita mau minta tolong seperti biasanya deh, untuk besok pagi”.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Azhar menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Maksudmu PR matematika besok?”, tanya Azhar.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Iya, seperti biasanya, kamu kerjakan PR tersebut. Lalu setelah selesai, kami akan mencontohnya”, kata Bedu.</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Melihat gelagat si Azhar yang ragu-ragu, si Dodit dengan cepat memegang kerah Azhar dan memelototkan matanya.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Awas, jangan coba-coba menolak ya. Sudah lama kamu tidak mengerjakan PR untuk kami. Jadi sekarang giliranmu”.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Tapi..... tapi, soal matematikanya kan sulit, aku juga tidak dapat mengerjakannya”, kata Azhar agak gemetaran.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Tidak dapat mengerjakan?”, kata Bedu.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Iya betul, kan soalnya kan sulit” kata Azhar.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Tidak mungkin”, bentak Bedu.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“PR matematika kali ini memang sulit sekali” ucap Azhar.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Pokoknya kamu kerjakan dengan betul siang ini, malam nanti kami ke rumahmu untuk menyalinnya”, ancam Dodit.</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Azhar berpikir sejenak, kemudian katanya “Ah, aku punya ide. Bagaimana kalau kita minta bantuan seseorang. Kebetulan Omku yang dari Jogja sedang ada di sini, jadi kita bisa minta tolong dia untuk mengerjakan PR itu”.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Bedu dan Dodit berpandangan, mereka ganti ragu-ragu.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Tenang deh, aku jamin Om Wid pasti dapat mengerjakan soal matematika sesulit apapun. Dia kan kuliahnya di universitas ternama di Jogja” kata Azhar menenangkan mereka.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Bedu dan Dodit berkata bersamaan, “OK, kami akan ke rumahmu jam 7 malam nanti”.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Siiip, aku pulang dulu ya”, kata Azhar sambil berlari meninggalkan mereka sambil tertawa-tawa.</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Malamnya, hampir pukul tujuh, Bedu dan Dodit bersepeda berboncengan sambil membawa tas mereka. Sampai di rumah Azhar, sebelum Dodit mengetuk pintu, Azhar sudah keluar rumah sambil berkata.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Ayo langsung masuk saja, Om Wid masih mandi, tapi sebentar lagi juga selesai”.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Dodit dan Bedu tampak bingung. Kedua anak ini memang terkenal sebagai anak termalas di kelas IV SD Utama. Mereka tidak pernah mau belajar dengan sungguh-sungguh. Jika ada PR, mereka memaksa murid-murid lain untuk mengerjakannya dan kemudian mereka tinggal mencontohnya. Sudah beberapa kali mereka memaksa Azhar untuk mengerjakan PR mereka, namun baru kali ini Azhar tampak bersemangat.</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Mereka bertiga lalu masuk ke ruang tengah, menaruh buku di atas meja, dan duduk di atas kursi sambil berbisik-bisik.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Betul nih, Ommu itu dapat mengerjakan PR matematika yang sulit itu”, tanya Dodit.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Azhar dengan tegas menjawab, “Pasti deh, PR yang paling sulitpun Om Wid dapat mengerjakannya. Dia kan jago matematika.”</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Soalnya, kalau kita tidak dapat mengerjakannya, besok pasti kita akan mendapat hukuman dari Pak Agung”, kata Bedu yang menjadi tenang setelah mendengar jawaban Azhar.</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Seseorang masuk ke dalam ruang tengah.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Perkenalkan, ini Om Wid, ahli matematika dari Jogja”, kata Azhar mengiringi kedatangan orang itu.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Hai, apa kabar Dodit dan Bedu”, sapa orang itu.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Merasa tidak asing dengan suara tersebut, Bedu dan Dodit terkejut mendengarnya. Terlebih ketika mereka melihat wajah orang itu di bawah sinar lampu ruang tengah.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Pak....... Pak Agung”, kata mereka lirih, hampir tidak terdengar.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Iya, perkenalkan namaku adalah Agung Prasetyo Widodo. Baru saja lulus dari pendidikan Matematika di Jogja”.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Lho, jadi kepanjangan dari W itu adalah Widodo”, pikir mereka tak percaya.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Bapak dengar dari Azhar, keponakan saya, kalian memintanya untuk mengerjakan PR yang Bapak berikan kemarin ya”. Dodit dan Bedu tidak menjawabnya, mulut mereka terasa terkunci.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Bapak dengar juga dari teman-teman kalian, kalian suka memaksa mereka untuk mengerjakan PR lalu kalian mencontohnya, betulkah begitu?”, tanya Pak Agung berwibawa.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Bet...betul Pak”, kata Bedu dan Dodit, tak mampu mereka berbohong dan menyangkal pertanyaan guru mereka.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Apakah kalian tidak tahu bahwa perbuatan itu tidak baik. Tujuan Bapak memberi kalian PR adalah agar kalian dapat berlatih mengerjakan soal dengan baik. Dengan demikian kalian akan dapat dengan mudah memahami materi pelajaran yang Bapak sampaikan”. Pak Agung menatap kedua anak yang dengan takutnya menundukkan kepala. Takut bercampur dengan malu.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“PR yang Bapak berikan bukanlah soal yang tidak mungkin kalian kerjakan. Sebagai seorang guru, Bapak selalu memberikan beban yang sesuai dengan kemampuan kalian. Andaikata kalian mau berusaha, tentu kalian dapat mengerjakannya sendiri. Azhar pun mampu mengerjakannya. Dia hanya Bapak suruh untuk mendekati kalian dan berpura-pura tidak dapat mengerjakannya”.</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Bedu dan Dodit saling berpandangan. “Jadi, Azhar.....”.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Betul, Azhar hanya bersandiwara agar kalian terpancing kemari”.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Pantas saja. Tadi siang Azhar mendekati kami. Itu kan aneh sekali. Biasanya kalau ada PR, murid-murid lain selalu menghindar”, seru Bedu pada Dodit.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Pak Agung tertawa dan berkata “Kalian jangan menyalahkan Azhar. Dia bahkan telah berjasa membawa kalian kemari sehingga Bapak dapat menasehati kalian. Yang Bapak harapkan adalah kalian berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan kalian tersebut. Mau kan, Dodit, Bedu?”</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Mau Pak”, jawab Dodit dan Bedu serentak dan tegas.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">”Kami berjanji untuk tidak memaksa murid lain untuk mengerjakan PR kami. Kami berjanji tidak akan mencontek PR lagi. Dan kami berjanji akan rajin belajar dan mengerjakan PR sendiri”.</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Sebetulnya kalian boleh saja bertanya kepada orang lain jika kalian kesulitan dalam mengerjakan PR. Namun itu hanya dilakukan setelah kalian berusaha dengan sungguh-sungguh, dan bertanyapun hanya sekadarnya, tidak semuanya. Bapak yakin kalian akan berhasil memperoleh prestasi apabila kalian bersungguh-sungguh dan berusaha keras, tidak berbuat curang, serta jangan lupa berdoa”.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Ya Pak”.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Baiklah, sekarang kalian bertiga bersama-sama mengerjakan PR kalian. Ingat, hukuman menyapu lantai kelas bagi yang tidak mengerjakan PR”.</span><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Siap Pak......ha..ha..ha”</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Pecah tawa berderai dari ketiga anak itu. Pak Agung tersenyum dan merasa puas, dia telah berhasil mengubah tabiat anak-anak itu kali ini. Apakah mereka sadar untuk seterusnya? Semoga.</span></span><span style="font-family: "Verdana","sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><o:p></o:p></span>games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-78909861234726771332011-12-26T12:36:00.000+07:002011-12-26T12:36:44.626+07:00Cerita Anak : SURAT MISTERIUS<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;"></div><div class="MsoNormal" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img height="200" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcT7bU8Yi9TK0vLbhj0Dm4QTn3QvPCOUL2Cp9VEZqnWiaHzoC1ijQA" width="172" /> </div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial; font-size: 12pt;">“</span><i>Enak ya cokelatnya? Tapi lebih enak lagi kalau kamu membelinya. Bukan mengambilnya dari Toko Tujuh milik Pak Didin.</i>”<span style="font-size: 12pt;"><br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Rafly semakin terkejut. Ini adalah surat kelima yang ditemuinya di dalam tas sekolahnya. Seperti keempat surat sebelumnya, surat ini berisi perbuatan nakal yang dilakukannya. Tadi siang, dia mengendap-endap masuk toko Pak Didin dan mencuri sebatang cokelat kesukaannya. Iseng betul sih si penulis surat misterius ini. Misterius? Ya, karena tidak ada nama si penulis di surat tersebut. “Tapi kok dia bisa tahu apa yang kulakukan ya?”, pikir Rafly.</span></span></span></div><a name='more'></a><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> <span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Dibacanya lagi kelanjutan surat itu, “<i>Ingat. Ini peringatan terakhir. Aku tahu setelah ini kamu mau mencuri mangga Pak Fajar kan. Tapi kali ini, kamu akan merasakan akibatnya</i>”. Dia teringat isi surat keempat yang berisi ancaman juga: “<i>Kalau naik buskota bayar dong, jangan maunya gratisan terus. Awas kalau kamu berbuat tidak jujur sekali lagi.</i>” Rafly mengerutkan dahi. Meskipun dia heran karena si penulis surat mengetahui akal bulusnya mengelabui kondektur buskota, dia tidak takut dengan ancaman itu. Toh tidak ada apapun yang terjadi setelah dia mencuri cokelat tadi siang. “Apanya yang awas”, pikir Rafly.</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Pertama kali dia memperoleh surat misterius adalah ketika dia mengambil sepeda Arif tanpa memberitahu teman sekelasnya itu, kemudian meninggalkannya di lapangan dalam keadaan rusak karena menabrak pagar. Kemudian menyusul surat kedua yang ditemukannya di dalam tas sekolahnya sehari setelah dia mengambil dompet Nadya di kelas saat istirahat. Semua surat tersebut menunjukkan bahwa si penulis mengetahui segala gerak-geriknya, termasuk surat ketiga yang diperolehnya setelah dia memecahkan lampu lalu lintas di perempatan dekat rumahnya dengan katapel.</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">“Kalau begitu, si penulis surat itu pastilah orang yang aku kenal”, pikir Rafly. Dia mencoba mengingat-ingat kepada siapa dia menceritakan semua kenakalannya selama ini. Tidak mungkin si Iwan atau si Roni. Mereka bertiga adalah kawan akrab sejak kecil, dan sama-sama suka menjahili orang lain. Kalau mereka yang menulis surat itu, mereka sendiri juga akan ketakutan kalau ketahuan semua perbuatan mereka dan menerima surat yang sama. Kemarin dia menyelidiki semua orang yang menurutnya tahu perbuatannya, dan sepertinya tidak ada yang patut dicurigainya menulis surat-surat tersebut. Surat tersebut ditulis menggunakan mesin ketik, sehingga dia tidak dapat mengenali siapa penulisnya. “Jangan-jangan Ibu yang membuat surat itu?”, pikir Rafly. Tapi ibunya yang sangat sabar itu pasti akan menasehatinya dengan halus, bukan dengan cara seperti ini. Atau Budi, kakaknya? Ah, dia kan sibuk dengan kelompok ilmiahnya di sekolah.</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Dibacanya lagi surat tersebut. Dia tidak takut dengan ancaman yang tertulis di dalam surat itu. “Jadi, malam ini akan kubuktikan bahwa surat ini tidak ada artinya bagiku”, kata Rafly pada dirinya sendiri. Malam ini dia berniat untuk mencuri mangga di rumah Pak Fajar. Dia merasa tertantang.</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Malamnya, dengan mengendap-endap, Rafly memanjat pohon mangga setelah Pak Fajar menutup jendela rumahnya. Dilihatnya banyak mangga yang matang tergantung di dahan bagian atas. Dengan sigap dia memanjat pohon itu hingga mencapai dahan paling atas. Ditariknya buah mangga ranum yang tergantung di ranting dekat tangannya. “Hmmmm, harum”, bisiknya puas sambil membaui mangga tersebut dan memasukkannya ke sebalik kaosnya. Beberapa mangga berhasil diambilnya dan baju kaosnya semakin mengelembung.</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Tiba-tiba terdengar dengus dari bawah. Dilihatnya seekor anjing hitam menengok ke atas sambil menggeram. Ke arahnya!! Rafly panik, tetapi dia tidak berani turun karena takut dikejar oleh anjing itu. Anjing itu terus menatapnya, tetapi tidak menyalak sama sekali, hanya menyeringai menunjukkan gigi-giginya yang tajam. Rafly berusaha untuk diam agar anjing tersebut tidak melihatnya dan segera pergi. Tetapi anjing itu malah merunduk kemudian berbaring tepat di bawah pohon mangga yang dipanjatnya. Pelan-pelan Rafly berusaha berpindah dari satu dahan ke dahan lain tetapi tidak ada jalan untuk turun tanpa melewati anjing itu. Dilemparnya anjing itu dengan mangga yang dipetiknya, tetapi anjing itu hanya mendengus pelan, tidak beranjak sama sekali. Rafly kemudian hanya bisa duduk di atas dahan menunggu anjing itu pergi.</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Menit berganti menit, beberapa jam telah berlalu, tetapi anjing itu masih duduk terjaga. Hawa dingin menusuk kulitnya membuatnya menggigil. Tangannya mulai lelah berpegangan pada batang pohon yang besar. Rafly mulai terisak menangis, dia takut ayahnya akan memarahinya jika dia tidak segera pulang. Tetapi dia terlalu takut untuk turun melewati anjing bergigi tajam itu. Dia menyesal mengapa masih berani mencuri mangga Pak Fajar meskipun sudah diperingatkan oleh surat itu. Dia juga menyesali kenakalan yang diperbuatnya selama ini. “Andai saja aku tidak suka berbuat nakal”, pikirnya.</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">Tangisannya makin lama makin keras. Tiba-tiba pintu rumah Pak Fajar terbuka, dan terdengar siulan ringan. Anjing itu berdiri lalu pergi. Rafly turun dengan pelan, tetapi kakinya terlalu lemah untuk berdiri ketika sampai ke tanah. Dia terduduk ketika dilihatnya tiga orang mendekat: Pak Fajar, Kak Budi, dan ayahnya! Rafly merasa lemas melihatnya. Dia hanya bisa menebak-nebak siapakah si penulis surat itu dan menebak-nebak pula hukuman apa yang bakal diterimanya dari ayahnya.</span></span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="font-size: 12pt;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;"><br />
</span></span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="font-size: 12pt;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: whitesmoke; background-image: initial; background-origin: initial;">dari : cerita-anak</span></span></span></div>games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-18848765704591782952011-08-24T09:30:00.001+07:002011-08-30T01:02:43.474+07:00Cerita Anak : Kisah Putri Tidur<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><span class="Apple-style-span" style="clear: left; float: left; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img height="200" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSAOakwhofHD_63DnTprO_mLDWleMrHHOH8Tz0_94WoauUg90AysqdsNQ" width="157" /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 15px;">Dahulu kala, terdapat sebuah negeri yang dipimpin oleh raja yang sangat adil dan bijaksana. Rakyatnya makmur dan tercukupi semua kebutuhannya. Tapi ada satu yang masih terasa kurang. Sang Raja belum dikaruniai keturunan. Setiap hari Raja dan permaisuri selalu berdoa agar dikaruniai seorang anak. Akhirnya, doa Raja dan permaisuri dikabulkan. Setelah 9 bulan mengandung, permaisuri melahirkan seorang anak wanita yang cantik. Raja sangat bahagia, ia mengadakan pesta dan mengundang kerajaan sahabat serta seluruh rakyatnya. Raja juga mengundang 7 penyihir baik untuk memberikan mantera baiknya.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Jadilah engkau putri yang baik hati”, kata penyihir pertama. “Jadilah engkau putri yang cantik”, kata penyihir kedua. “Jadilah engkau putri yang jujur dan anggun”, kata penyihir ketiga. “Jadilah engkau putri yang pandai berdansa”, kata penyihir keempat. “Jadilah engkau putri yang panda menyanyi,” kata penyihir keenam. </span></div><a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sebelum penyihir ketujuh memberikan mantranya, tiba-tiba pintu istana terbuka. Sang penyihir jahat masuk sambil berteriak, “Mengapa aku tidak diundang ke pesta ini?”.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Penyihir terakhir yang belum sempat memberikan mantranya sempat bersembunyi dibalik tirai. “Karena aku tidak diundang, aku akan mengutuk anakmu. Penyihir tua yang jahat segera mendekati tempat tidur sang putri sambil berkata,”Sang putri akan mati tertusuk jarum pemintal benang, ha ha ha ha…..”. Si penyihir jahat segera pergi setelah mengeluarkan kutukannya.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Para undangan terkejut mendengar kutukan sang penyihir jahat itu. Raja dan permaisuri menangis sedih. Pada saat itu, muncullah penyihir baik yang ketujuh, “Jangan khawatir, aku bisa meringankan kutukan penyihir jahat. Sang putri tidak akan wafat, ia hanya akan tertidur selama 100 tahun setelah terkena jarum pemintal benang, dan ia akan terbangun kembali setelah seorang Pangeran datang padanya”, ujar penyihir ketujuh. Setelah kejadian itu, Raja segera memerintahkan agar semua alat pemintal benang yang ada di negerinya segera dikumpulkan dan dibakar.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Enam belas tahun kemudian, sang putri telah tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik dan baik hati. Tidak berapa lama Raja dan Permaisuri melakukan perjalanan ke luar negeri. Sang Putri yang cantik tinggal di istana. Ia berjalan-jalan keluar istana. Ia masuk ke dalam sebuah puri. Di dalam puri itu, ia melihat sebuah kamar yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ia membuka pintu kamar tersebut dan ternyata di dalam kamar itu, ia melihat seorang nenek sedang memintal benang. Setelah berbicara dengan nenek tua, sang Putri duduk di depan alat pemintal dan mulai memutar alat pemintal itu. Ketika sedang asyik memutar alat pintal, tiba-tiba jari sang Putri tertusuk jarum alat pemintal. Ia menjerit kesakitan dan tersungkur di lantati. “Hi… hi…hi… tamatlah riwayatmu!”, kata sang nenek yang ternyata adalah si penyihir jahat.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Hilangnya sang Putri dan istana membuat khawatir orang tuanya. Semua orang diperintahkan untuk mencari sang Putri. Sang putri pun ditemukan. Tetapi ia dalam keadaan tak sadarkan diri. “Anakku ! malang sekali nasibmu…” rata Raja. Tiba-tiba datanglah penyihir muda yang baik hati. Katanya, “Jangan khawatir, Tuan Putri hanya akan tertidur selama seratus tahun. Tapi, ia tidak akan sendirian. Aku akan menidurkan kalian semua,” lanjutnya sambil menebarkan sihirnya ke seisi istana. Kemudian, penyihir itu menutup istana dengan semak berduri agar tak ada yang bisa masuk ke istana.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Seratus tahun yang panjang pun berlalu. Seorang pangeran dari negeri seberang kebetulan lewat di istana yang tertutup semak berduri itu. Menurut cerita orang desa di sekitar situ, istana itu dihuni oleh seekor naga yang mengerikan. Tentu saja Pangeran tidak percaya begitu saja pada kabar itu. “Akan ku hancurkan naga itu,” kata sang Pangeran. Pangeran pun pergi ke istana. Sesampai di gerbang istana, Pangeran mengeluarkan pedangnya untuk memotong semak belukar yang menghalangi jalan masuk. Namun, setelah dipotong berkali-kali semak itu kembali seperti semula. “Semak apa ini ?” kata Pangeran keheranan. Tiba-tiba muncullah seorang penyihir muda yang baik hati. “Pakailah pedang ini,” katanya sambil memberikan sebuah yang pangkalnya berkilauan.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Dengan pedangnya yang baru, Pangeran berhasil masuk ke istana. “Nah, itu dia menara yang dijaga oleh naga.” Pangeran segera menaiki menara itu. Penyihir jahat melihat kejadian itu melalui bola kristalnya. “Akhirnya kau datang, Pangeran. Kau pun akan terkena kutukan sihirku!” Penyihir jahat itu bergegas naik ke menara. Ia menghadang sang Pangeran. “Hai Pangeran!, jika kau ingin masuk, kau harus mengalahkan aku terlebih dahulu!” teriak si Penhyihir. Dalam sekejap, ia merubah dirinya menjadi seekor naga raksasa yang menakutkan. Ia menyemburkan api yang panas.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pangeran menghindar dari semburan api itu. Ia menangkis sinar yang terpancar dari mulut naga itu dengan pedangnya. Ketika mengenai pangkal pedang yang berkilau, sinar itu memantul kembali dan mengenai mata sang naga raksasa. Kemudian, dengan secepat kilat, Pangeran melemparkan pedangnya ke arah leher sang naga. “Aaaa….!” Naga itu jatuh terkapar di tanah, dan kembali ke bentuk semula, lalu mati. Begitu tubuh penyihir tua itu lenyap, semak berduri yang selama ini menutupi istana ikut lenyap. Di halaman istana, bunga-bunga mulai bermekaran dan burung-burung berkicau riang. Pangeran terkesima melihat hal itu. Tiba-tiba penyihir muda yang baik hati muncul di hadapan Pangeran.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Pangeran, engkau telah berhasil menghapus kutukan atas istana ini. Sekarang pergilah ke tempat sang Putri tidur,” katanya. Pangeran menuju ke sebuah ruangan tempat sang Putri tidur. Ia melihat seorang Putri yang cantik jelita dengan pipi semerah mawar yang merekah. “Putri, bukalah matamu,” katanya sambil mengenggam tangan sang Putri. Pangeran mencium pipi sang Putri. Pada saat itu juga, hilanglah kutukan sang Putri. Setelah tertidur selama seratus tahun, sang Putri terbangun dengan kebingungan. “Ah… apa yang terjadi…? Siapa kamu…? Tanyanya. Lalu Pangeran menceritakan semua kejadian yang telah terjadi pada sang Putri.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Pangeran, kau telah mengalahkan naga yang menyeramkan. Terima kasih Pangeran,” kata sang Putri. Di aula istana, semua orang menunggu kedatangan sang Putri. Ketika melihat sang Putri dalam keadaan sehat, Raja dan Permaisuri sangat bahagia. Mereka sangat berterima kasih pada sang Pangeran yang gagah berani. Kemudian Pangerang berkata, “Paduka Raja, hamba punya satu permohonan. Hamba ingin menikah dengan sang Putri.” Raja pun menyetujuinya. Semua orang ikut bahagia mendengar hal itu. Hari pernikahan sang Putri dan Pangeran pun tiba. Orang berbondong-bondong datang dari seluruh pelosok negeri untuk mengucapkan selamat. Tujuh penyihir yang baik juga datang dengan membawa hadiah.</span></div></div>games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-39734105583806889822011-08-24T09:28:00.001+07:002011-08-30T01:02:59.471+07:00Cerita Rakyat Sumatera : Asal Usul Danau Toba<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><img height="200" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSYoDEM--naPxoBRAsRUGYgMuKXZRY8OTFzm2sDrhg3nNSVwOaMSCQUtA" width="193" /></span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 15px;">Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hidup seorang petani. Ia seorang petani yang rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi kebutuhannya dari hasil kerjanya yang tidak kenal lelah. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah, tetapi ia tetap memilih hidup sendirian. Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai. “Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar,” gumam petani tersebut dalam hati. Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya. Petani itu bersorak kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup besar.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang menakjubkan. “Tunggu, aku jangan dimakan! </span></div><a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Aku akan bersedia menemanimu jika kau tidak jadi memakanku.” Petani tersebut terkejut mendengar suara dari ikan itu. Karena keterkejutannya, ikan yang ditangkapnya terjatuh ke tanah. Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah wujud menjadi seorang gadis yang cantik jelita. “Bermimpikah aku?,” gumam petani.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu karena telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata,” kata gadis itu. “Namaku Puteri, aku tidak keberatan untuk menjadi istrimu,” kata gadis itu seolah mendesak. Petani itupun mengangguk. Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama petani tersebut. “Dia mungkin bidadari yang turun dari langit,” gumam mereka. Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan tekun dan ulet. Karena ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan mereka menyebarkan sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani. “Aku tahu Petani itu pasti memelihara makhluk halus! ” kata seseorang kepada temannya. Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka tidak merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Setahun kemudian, kebahagiaan Petan dan istri bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Ia diberi nama Putera. Kebahagiaan mereka tidak membuat mereka lupa diri. Putera tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya dimakan bertiga dapat dimakannya sendiri.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu pekerjaan orang tua, ia selalu menolak. Istri Petani selalu mengingatkan Petani agar bersabar atas ulah anak mereka. “Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak kita!” kata Petani kepada istrinya. “Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda memang seorang suami dan ayah yang baik,” puji Puteri kepada suaminya.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu. Pada suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi Putera tidak memenuhi tugasnya. Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Ia langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Putera sedang bermain bola. Petani menjadi marah sambil menjewer kuping anaknya. “Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri ! Dasar anak ikan !,” umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan itu.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di tengahnya dikenal dengan nama Pulau Samosir.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Moral : Jadilah seorang yang sabar dan bisa mengendalikan emosi. Dan juga, jangan melanggar janji yang telah kita buat atau ucapkan.</span></div></div>games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-55274439828241711752011-08-24T09:25:00.001+07:002011-08-30T01:04:17.035+07:00Cerita Rakyat Jawa : Kisah Karang Bolong<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><img height="150" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQIwK-ybVMloHCI9m5f_ZnR5UaK3YwuX6TIrHWGFHe_BjiBy7ZeRT9sFYA5" width="200" /></span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 15px;">Beberapa abad yang lalu tersebutlah Kesultanan Kartasura. Kesultanan sedang dilanda kesedihan yang mendalam karena permaisuri tercinta sedang sakit keras. Pangeran sudah berkali-kali memanggil tabib untuk mengobati sang permaisuri, tapi tak satupun yang dapat mengobati penyakitnya. Sehingga hari demi hari, tubuh sang permaisuri menjadi kurus kering seperti tulang terbalutkan kulit. Kecemasan melanda rakyat kesultanan Kartasura. Roda pemerintahan menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya. “Hamba sarankan agar Tuanku mencari tempat yang sepi untuk memohon kepada Sang Maha Agung agar mendapat petunjuk guna kesembuhan permaisuri,” kata penasehat istana.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span></div><a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Tidak berapa lama, Pangeran Kartasura melaksanakan tapanya. Godaan-godaan yang dialaminya dapat dilaluinya. Hingga pada suatu malam terdengar suara gaib. “Hentikanlah semedimu. Ambillah bunga karang di Pantai Selatan, dengan bunga karang itulah, permaisuri akan sembuh.” Kemudian, Pangeran Kartasura segera pulang ke istana dan menanyakan hal suara gaib tersebut pada penasehatnya. “Pantai selatan itu sangat luas. Namun hamba yakin tempat yang dimaksud suara gaib itu adalah wilayah Karang Bolong, di sana banyak terdapat gua karang yang di dalamnya tumbuh bunga karang,” kata penasehat istana dengan yakin.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Keesokannya, Pangeran Kartasura menugaskan Adipati Surti untuk mengambil bunga karang tersebut. Adipati Surti memilih dua orang pengiring setianya yang bernama Sanglar dan Sanglur. Setelah beberapa hari berjalan, akhirnya mereka tiba di karang bolong. Di dalamnya terdapat sebuah gua. Adipati Surti segera melakukan tapanya di dalam gua tersebut. Setelah beberapa hari, Adipati Surti mendengar suara seseorang. “Hentikan semedimu. Aku akan mengabulkan permintaanmu, tapi harus kau penuhi dahulu persyaratanku.” Adipati Surti membuka matanya, dan melihat seorang gadis cantik seperti Dewi dari kahyangan di hadapannya. Sang gadis cantik tersebut bernama Suryawati. Ia adalah abdi Nyi Loro Kidul yang menguasai Laut Selatan.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Syarat yang diajukan Suryawati, Adipati harus bersedia menetap di Pantai Selatan bersama Suryawati. Setelah lama berpikir, Adipati Surti menyanggupi syarat Suryawati. Tak lama setelah itu, Suryawati mengulurkan tangannya, mengajak Adipati Surti untuk menunjukkan tempat bunga karang. Ketika menerima uluran tangan Suryawati, Adipati Surti merasa raga halusnya saja yang terbang mengikuti Suryawati, sedang raga kasarnya tetap pada posisinya bersemedi. “Itulah bunga karang yang dapat menyembuhkan Permaisuri,” kata Suryawati seraya menunjuk pada sarang burung walet. Jika diolah, akan menjadi ramuan yang luar biasa khasiatnya. Adipati Surti segera mengambil sarang burung walet cukup banyak. Setelah itu, ia kembali ke tempat bersemedi. Raga halusnya kembali masuk ke raga kasarnya.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Setelah mendapatkan bunga karang, Adipati Surti mengajak kedua pengiringnya kembali ke Kartasura. Pangeran Kartasura sangat gembira atas keberhasilan Adipati Surti. “Cepat buatkan ramuan obatnya,” perintah Pangeran Kartasura pada pada abdinya. Ternyata, setelah beberapa hari meminum ramuan sarang burung walet, Permaisuri menjadi sehat dan segar seperti sedia kala. Suasana Kesultanan Kartasura menjadi ceria kembali. Di tengah kegembiraan tersebut, Adipati Surti teringat janjinya pada Suryawati. Ia tidak mau mengingkari janji. Ia pun mohon diri pada Pangeran Kartasura dengan alasan untuk menjaga dan mendiami karang bolong yang di dalamnya banyak sarang burung walet. Kepergian Adipati Surti diiringi isak tangis para abdi istana, karena Adipati Surti adalah seorang yang baik dan rendah hati.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Adipati Surti mengajak kedua pengiringnya untuk pergi bersamanya. Setelah berpikir beberapa saat, Sanglar dan Sanglur memutuskan untuk ikut bersama Adipati Surti. Setibanya di Karang Bolong, mereka membuat sebuah rumah sederhana. Setelah selesai, Adipati Surti bersemedi. Tidak berapa lama, ia memisahkan raga halus dari raga kasarnya. “Aku kembali untuk memenuhi janjiku,” kata Adipati Surti, setelah melihat Suryawati berada di hadapannya. Kemudian, Adipati Surti dan Suryawati melangsungkan pernikahan mereka. Mereka hidup bahagia di Karang Bolong. Di sana mereka mendapatkan penghasilan yang tinggi dari hasil sarang burung walet yang semakin hari semakin banyak dicari orang</span></div></div>games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-10643344901590008602011-08-24T09:20:00.000+07:002011-08-24T09:20:17.904+07:00Cerita Anak : Kisah Buaya yang Tidak Jujur<br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="clear: left; float: left; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img height="200" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTOs929tR9NbvqGKPfg1azVlpHBQmi5zjhbxJ5u0gEaqot5LVyLAfyKxCw" width="200" /></span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pada suatu hari di dunia pencuri tinggallah 2 orang pencuri yang ingin sekali mencuri istana penyihir, karena mereka kira dengan mencuri kerajaan sihir mereka akan kaya. Akhirnya mereka pergi ke dunia penyihir. Sesampainya di sana mereka mengambil banyak sekali perhiasan dan mereka juga mengambil serbuk untuk menyihir.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Di suatu ruang dimana 2 orang penyihir sedang mencoba sebuah peta rahasia supaya mereka dapat mengambil Tongkat Naga Merah. Dan seorang penyihir memerlukan bulu angsa untuk membuat peta itu. Akhirnya Marine, seorang penyihir muda mengambil bulu angsa itu. Dengan tidak sengaja Marine bertemu dengan 2 orang pencuri itu, akhirnya mereka berkenalan. Marine berkenalan dengan 2 orang pencuri, yang bernama Snail dan Riddly.</span></div><a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Tiba-tiba Marine mendengar teriakan gurunya yang sedang membuat peta rahasia itu. Mereka bertiga langsung menuju tempat guru itu. Ternyata guru itu dibunuh oleh utusan penyihir jahat. Utusan itu bernama Damador.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sebelum dibunuh guru itu menyerahkan peta itu kepada Marine. Marine, Snail dan Riddley lari dan mereka bertemu dengan orang yang bernama Curcill. Akhirnya mereka kabur bersama-sama. Kata Marine, bila kita ingin mendapat Tongkat Naga Merah harus dapat memiliki Batu Naga Merah. Konon Tongkat Naga Merah itu dapat mengendalikan Naga Merah yang berkuasa di dunia penyihir, dan bila tongkat itu jatuh ke tangan penyihir jahat yang bernama Raja Cappelar dunia penyihir akan hancur.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ternyata Riddley mengetahui dimana tempat disembunyikannya Batu Naga Merah. Akhirnya mereka pergi ke tempat raja pencuri yang mempunyai Batu Naga Merah tersebut. Sesampainya di sana Riddley diperbolehkan mengambil Batu Naga Merah tersebut, tetapi dengan satu syarat Riddley harus melewati suatu rintangan, dan ternyata dia berhasil mengambil batu tersebut. Ternyata raja pencuri itu licik, dia meminta kembali batu itu sehingga terjadilah suatu pertengkaran. Ternyata Domador dan pasukan-pasukannya mengikuti mereka. Marine diculik dan peta rahasia itu diambil. Akhirnya Riddley dan Snail bertemu dengan seorang peri utusan Ratu Helga. Ratu Helga adalah seorang Ratu yang baik dan satu-satunya wanita yang menentang perkataan Raja Cappelar. Peri utusannya bernama Hilda.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Akhirnya mereka meneruskan perjalanan mereka ke tempat tongkat itu berada. Disamping itu di istana penyihir terjadilah suatu pertempuran antara Ratu Hilga dan Raja Cappelar.<br />
Riddley berhasil mendapatkan Tongklat Naga Merah itu tetapi karena Marine, Curcill, dan Peri Hilda disandera dan kata Domador bila Ridlley memberikan Tongkat Naga Merah itu kepada Domador mereka akan dilepaskan. Tetapi Domador mengingkari kata-katanya.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Akhirnya Domador kembali ke istana dengan membawa Tongkat Naga Merah tersebut yang akan diserahkan kepada Raja Cappelar. Tetapi ternyata Riddley menyusul Domador ke istana Raja Cappelar dan usaha Riddley sudah terlambat. Tongkat Naga Merah itu sudah digunakan Raja Cappelar dan satu-satunya cara agar sihir jahat itu musnah dari dunia sihir itu Tongkat Naga Merah tersebut harus dihancurkan.<br />
Setelah dihancurkan, ternyata Raja Cappelar masih mempunyai sisa kekuatan untuk menghancurkan Riddley beserta istana Ratu Hilga. Tetapi usahanya tidak dapat berhasil karena sang Raja Naga Merah datang dan memakan Raja Cappelar.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Akhirnya matilah Raja Cappelar dan kemenangan telah diraih oleh Ratu Helga, semua kemenangan disebabkan oleh Riddley dengan dibantu oleh teman-temannya. Berkat kerja keras mereka, dunia penyihir menjadi damai dan tentram. Rakyatnya pun sejahtera berkat usaha keras dari Ratu Helga yang menentang perkataan dan perbuatan Raja Cappelar dan lebih memilih kesejateraan dunia sihir. Itu balasannya untuk Ratu Helga yang bersifat tidak mementingkan diri sendiri. Sedangkan Raja Cappelar yang hanya mementingkan diri sendiri dan tidak mementingkan kesejateraan rakyat mati dengan cara yang mengenaskan</span></div><br />
<br />
games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-25573407234113951632011-08-24T09:18:00.001+07:002011-08-30T01:06:07.903+07:00Cerita Anak : Kisah Tongkat Naga Merah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><span class="Apple-style-span" style="clear: left; float: left; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img height="200" src="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTeRCRXBHXVp1RUZoG5FGVXMrK4G9LYGOlPd4wrWMBKPRHLYXE6NjTmCw" width="173" /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 15px;">Pada suatu hari di dunia pencuri tinggallah 2 orang pencuri yang ingin sekali mencuri istana penyihir, karena mereka kira dengan mencuri kerajaan sihir mereka akan kaya. Akhirnya mereka pergi ke dunia penyihir. Sesampainya di sana mereka mengambil banyak sekali perhiasan dan mereka juga mengambil serbuk untuk menyihir.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Di suatu ruang dimana 2 orang penyihir sedang mencoba sebuah peta rahasia supaya mereka dapat mengambil Tongkat Naga Merah. Dan seorang penyihir memerlukan bulu angsa untuk membuat peta itu. Akhirnya Marine, seorang penyihir muda mengambil bulu angsa itu. Dengan tidak sengaja Marine bertemu dengan 2 orang pencuri itu, akhirnya mereka berkenalan. Marine berkenalan dengan 2 orang pencuri, yang bernama Snail dan Riddly.</span></div><a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Tiba-tiba Marine mendengar teriakan gurunya yang sedang membuat peta rahasia itu. Mereka bertiga langsung menuju tempat guru itu. Ternyata guru itu dibunuh oleh utusan penyihir jahat. Utusan itu bernama Damador.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sebelum dibunuh guru itu menyerahkan peta itu kepada Marine. Marine, Snail dan Riddley lari dan mereka bertemu dengan orang yang bernama Curcill. Akhirnya mereka kabur bersama-sama. Kata Marine, bila kita ingin mendapat Tongkat Naga Merah harus dapat memiliki Batu Naga Merah. Konon Tongkat Naga Merah itu dapat mengendalikan Naga Merah yang berkuasa di dunia penyihir, dan bila tongkat itu jatuh ke tangan penyihir jahat yang bernama Raja Cappelar dunia penyihir akan hancur.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ternyata Riddley mengetahui dimana tempat disembunyikannya Batu Naga Merah. Akhirnya mereka pergi ke tempat raja pencuri yang mempunyai Batu Naga Merah tersebut. Sesampainya di sana Riddley diperbolehkan mengambil Batu Naga Merah tersebut, tetapi dengan satu syarat Riddley harus melewati suatu rintangan, dan ternyata dia berhasil mengambil batu tersebut. Ternyata raja pencuri itu licik, dia meminta kembali batu itu sehingga terjadilah suatu pertengkaran. Ternyata Domador dan pasukan-pasukannya mengikuti mereka. Marine diculik dan peta rahasia itu diambil. Akhirnya Riddley dan Snail bertemu dengan seorang peri utusan Ratu Helga. Ratu Helga adalah seorang Ratu yang baik dan satu-satunya wanita yang menentang perkataan Raja Cappelar. Peri utusannya bernama Hilda.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Akhirnya mereka meneruskan perjalanan mereka ke tempat tongkat itu berada. Disamping itu di istana penyihir terjadilah suatu pertempuran antara Ratu Hilga dan Raja Cappelar.<br />
Riddley berhasil mendapatkan Tongklat Naga Merah itu tetapi karena Marine, Curcill, dan Peri Hilda disandera dan kata Domador bila Ridlley memberikan Tongkat Naga Merah itu kepada Domador mereka akan dilepaskan. Tetapi Domador mengingkari kata-katanya.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Akhirnya Domador kembali ke istana dengan membawa Tongkat Naga Merah tersebut yang akan diserahkan kepada Raja Cappelar. Tetapi ternyata Riddley menyusul Domador ke istana Raja Cappelar dan usaha Riddley sudah terlambat. Tongkat Naga Merah itu sudah digunakan Raja Cappelar dan satu-satunya cara agar sihir jahat itu musnah dari dunia sihir itu Tongkat Naga Merah tersebut harus dihancurkan.<br />
Setelah dihancurkan, ternyata Raja Cappelar masih mempunyai sisa kekuatan untuk menghancurkan Riddley beserta istana Ratu Hilga. Tetapi usahanya tidak dapat berhasil karena sang Raja Naga Merah datang dan memakan Raja Cappelar.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Akhirnya matilah Raja Cappelar dan kemenangan telah diraih oleh Ratu Helga, semua kemenangan disebabkan oleh Riddley dengan dibantu oleh teman-temannya. Berkat kerja keras mereka, dunia penyihir menjadi damai dan tentram. Rakyatnya pun sejahtera berkat usaha keras dari Ratu Helga yang menentang perkataan dan perbuatan Raja Cappelar dan lebih memilih kesejateraan dunia sihir. Itu balasannya untuk Ratu Helga yang bersifat tidak mementingkan diri sendiri. Sedangkan Raja Cappelar yang hanya mementingkan diri sendiri dan tidak mementingkan kesejateraan rakyat mati dengan cara yang mengenaskan</span></div></div>games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-71718533194188886812011-08-24T09:16:00.001+07:002011-08-30T01:06:30.584+07:00Cerita Anak : Gonbe dan Itik-Itiknya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><span class="Apple-style-span" style="clear: left; float: left; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img height="174" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQtnIRpoaWmjpAyPXUX2U5dx-N3TKbTWGo9vKMUnF_-Kr00RI1jxbah6OY" width="200" /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 15px;">Di sebuah desa, tinggal seorang ayah dengan anak laki-lakinya yang bernama Gonbe. Mereka hidup dari berburu itik. Setiap berburu, ayah Gonbe hanya menembak satu ekor itik saja. Melihat hal tersebut Gonbe bertanya pada ayahnya,” Kenapa kita hanya menembak satu ekor saja Yah?”, “Karena kalau kita membunuh semua itik, nanti itik tersebut akan habis dan tidak bisa berkembang biak, selain itu kalau kita membunuh itik sembarangan kita bisa mendapat hukuman.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Beberapa bulan kemudian, ayah Gonbe jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Sejak saat itu, Gonbe berburu itik sendirian dan menjualnya. Lama kelamaan, Gonbe bosan dengan pekerjaannya, ia mendapatkan sebuah ide. Keesokan hariya, Gonbe datang ke danau yang sudah menjadi es. </span></div><a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ia menebarkan makanan yang sangat banyak untuk itik-itik. Tak berapa lama, itik-itik mulai berdatangan dan memakan makanan yang tersebar. Karena kekenyangan, mereka tertidur di atas. Gonbe segera mengikat itik-itik menjadi satu. Ia mengikat 100 itik sekaligus. Ketika itik ke seratus akan di ikatnya, tiba-tiba itik-itik tersebut terbangun dan segera terbang. Gonbe yang takut kehilangan tangkapannya, segera memegang tali yang diikatkannya ke itik tersebut. Karena banyaknya itik yang diikat, Gonbe terangkat dan terbawa ke atas. Gonbe terus terbang terbawa melewati awan. Di awan tersebut Ayah dan anak halilintar sedang tidur dengan nyenyak. “Dugg!”, kaki Gonbe tersandung badan ayah halilintar. Ayah halilintar terbangun sambil marah-marah, ia segera mengeluarkan halilintarnya yang kemudian menyambar tali-tali yang mengikat itik-itik itu.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Gonbe jatuh ke dalam laut! Ia jatuh tepat di atas kepala Naga laut yang berada di Kerajaannya. Naga laut menjadi marah dan mulai memutar-mutar ekornya, lalu memukulkannya ke Gonbe. Gonbe terbang lagi dari dalam laut. Akhirnya Gonbe jatuh ke tanah dengan kecepatan tinggi. Akhirnya Gonbe jatuh ke atap jerami rumah seorang pembuat payung. “Kamu tidak apa-apa?”, Tanya si pembuat payung sambil menolong Gonbe. “Maaf atap anda jadi rusak. Berilah pekerjaan pada saya untuk mengganti kerugian anda”. “Kebetulan, aku memang sedang kekurangan tenaga pembantu”, kata pembuat payung.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sejak itu Gonbe menjadi rajin membuat payung. Suatu hari, ketika sedang mengeringkan payung di halaman, datang angin yang sangat kencang. Karena takut payungnya terbang, Gonbe segera menangkap payung tersebut. Tetapi payung tersebut terus naik ke atas bersama Gonbe. Dengan tangan gemetaran Gonbe terus memegang payung sambil terus terbang dengan payungnya hingga melewati beberapa kota. Payung tersebut akhirnya robek karena tersangkut menara dan pohon-pohon. Gonbe pun jatuh. Untungnya ia jatuh tepat di sebuah danau. Gonbe merasa lega. Tidak berapa lama tiba-tiba kepala Gonbe di patuk oleh sekawanan hewan. “Lho ini kan itik-itik yang aku ikat dengan tali. Ternyata benar ya, kita tidak boleh serakah menangkap sekaligus banyak.” Akhirnya Gonbe melepaskan tali-tali yang mengikat kaki-kaki itik tersebut dan membiarkan mereka terbang dengan bebas.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pesan Moral : Kita tidak boleh menjadi orang yang tamak dan serakah serta kikir. Cerita di atas menggambarkan adanya hukuman bagi orang yang tamak serta melanggar ketentuan yang sudah ada.</span></div></div>games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-30307731432482471332011-08-24T09:14:00.001+07:002011-08-30T01:07:21.807+07:00Cerita Anak : Kisah Paman Gober dan Ikan Ajaibnya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><span class="Apple-style-span" style="clear: left; float: left; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img height="180" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQpNqH6tRSTuG4K69b9frzXB91ImqutRi-B6zGFyinmXJCA-dMnsc_q_w" width="200" /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 15px;">Suatu hari Paman Gober pergi ke Klub Milioner, tempat ia biasa berkumpul bersama teman-temannya. Sesampainya disana, ia melihat pengumuman perlombaan memancing untuk anggota klub dengan hadiah sepatu ladam dari emas. “Wah, perlombaan yang hebat !, Aku akan ikut serta”, kata Paman Gober.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Paman Gober segera berangkat ke pelabuhan. Ia menyewa perahu motor dan kail. Dalam waktu singkat, Paman Gober berhasil mendapatkan seekor ikan yang sangat besar. Tapi, tiba-tiba ikan itu bisa berbicara. “Kumohon, lemparkan aku ke laut lagi”, kata ikan tersebut. “Kalau kau melepaskan aku, aku akan mengabulkan semua permintaanmu”, kata ikan itu lagi. Paman Gober berpikir,”Ikan yang bisa berbicara pasti ikan ajaib dan barangkali ikan ini memang benar-benar dapat mewujudkan apa yang paling kuinginkan.” </span></div><a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Paman Gober akhirnya meminta agar gudang uangnya dipenuhi dengan uang. “Kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan, pulang dan lihatlah gudang uangmu sekarang. Setelah melemparkan ikan itu ke laut lagi, ia segera pulang dengan tergesa-gesa.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ternyata benar, gudang uangnya sudah penuh. Penuh dengan logam emas sampai menyentuh langit-langit ruangan. Paman Gober melompat-lompat kegirangan. Tetapi Ia segera berpikir dan berkata pada dirinya sendiri, “seekor ikan yang dapat memenuhi lumbung pasti dapat melakukan hal lain yang lebih hebat, Aku terlalu cepat melepaskannya”.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Paman Gober segera kembali ke pelabuhan. Sesampainya di tengah laut ia memanggil ikan ajaib tersebut. “Oh ikan,” panggilnya. “Aku ingin mengatakan sesuatu padamu.” “Apalagi ? Bukankah gudang uangmu sudah penuh ?”, Tanya si ikan ajaib. “Benar”, jawab Paman Gober. “Tetapi aku meminta kebaikan hatimu, bisakah aku mendapatkan sebuah Istana ?, sepertinya tidak pantas jika aku mempunyai banyak uang tetapi masih tinggal dirumah tua saat ini”, ujar Paman Gober”. “Baiklah, sekarang kau akan memiliki sebuah Istana yang bagus, pulang dan lihatlah”, ujar ikan sambil berenang ke laut lagi.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Setelah sampai dirumah, rumah Paman Gober sudah hilang. Ditempat itu sekarang berdiri Istana yang sangat indah dan megah. Pintunya terbuat dari emas dan lantainya dari marmer. Selama hampir satu jam Paman Gober bergembira dan bangga pada dirinya sendiri. Ia merasa masih tidak puas. “Karena aku mempunyai sebuah istana, seharusnya aku menjadi seorang raja dan duduk di singgasana dengan memakai mahkota emas”, pikirnya. “Paman Gober, mungkin Paman sudah gila !!”, kata Donal. Paman Gober tidak perduli, karena pikirannya hanya harta terus, ia segera pergi ke pelabuhan untuk menemui ikan ajaib lagi. “Apalagi sekarang ?, apa Istana itu kurang bagus?”, tanya sang ikan ajaib. “Istana itu indah sekali, Istana itu cocok untuk tempat tinggal seorang raja, karena itu aku ingin menjadi raja, ujar Paman Gober.” “Tidak masuk akal !”, kata si ikan. “Begitukah ucapan terima kasihmu setelah aku melepaskan dan membiarkanmu pergi !?” “Baiklah”, kata ikan itu. “Aku akan mengabulkan permintaanmu kali ini, berusahalah menjadi raja yang baik”, lanjutnya.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ketika sampai di Istananya, banyak pelayan yang menyambut dan memberi hormat kepada Paman Gober. Diujung ruangan terdapat sebuah singgasana dan sebuah mahkota dari emas. Tidak berapa lama setelah menikmati menjadi raja, Paman Gober kembali berpikir, mungkin seorang raja tidak cukup berharga. Ia ingin menjadi seorang Kaisar untuk seluruh dunia. Sehingga tidak ada seorangpun yang akan menertawakanku.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Paman Gober kembali menemui Ikan ajaib. Setelah ia memanggil-manggil, ikan ajaib itu muncul menyembulkan kepalanya. “Apa lagi sekarang ?”, Tanya si ikan. “Menjadi seorang raja tidaklah cukup hebat bagiku,” kata Paman Gober. “Aku ingin menjadi Kaisar Agung”, lanjutnya. “Apakah ketamakanmu tidak ada akhirnya ?” Tanya si ikan lagi. “Sekarang aku tahu kekuatan ajaib ini tidak cukup membuat orang tamak sepertimu merasa puas dan bahagia, pulanglah dan sekarang kau harus berbahagia dengan apa yang kau miliki seperti ketika belum bertemu denganku”, kata Ikan sambil pergi meninggalkan Paman Gober.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Paman Gober pulang kembali. Ia tidak menemui Istananya, begitu pula singgasana dan mahkotanya. Semuanya lenyap termasuk gudang uangnya yang menjadi seperti semula. Paman Gober mulai menangis. Ia menangisi semua hartanya yang lenyap. Beberapa saat kemudian, Paman Gober mengingat kembali kata Ikan ajaib. “Tak ada kekuatan ajaib yang bisa memuaskan orang yang tamak, berbahagialah dengan apa yang kau miliki”. Ia segera berhenti menangis dan mengeringkan air matanya. “Lumbung uangku ini bukan separuh kosong, tetapi separuh penuh. Mungkin aku tidak terlalu miskin”, pikirnya. “Ikan itu adalah ikan yang bijak”, kata Paman Gober. “Sekarang ikut aku Donal, kita akan makan malam. Sesampainya direstoran Paman Gober dan Donal memakan makanan yang lezat sambil tertawa bersama. Tetapi, setelah mereka selesai makan, Paman Gober memberikan rekening tagihannya kepada Donal. Ternyata, Paman Gober masih belum berubah, walaupun Ikan ajaib telah memberinya pelajaran.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pesan Moral : Semua nikmat dan rezeki yang didapatkan setiap hari harus selalu kita syukuri. Ketamakan dan keserakahan dapat membuat seseorang menjadi kehilangan segalanya.</span></div></div>games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-26415198114405670282011-08-24T09:12:00.001+07:002011-08-30T01:08:17.955+07:00Cerita Anak : Kado Ulang Tahun Mama<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><span class="Apple-style-span" style="clear: left; float: left; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img height="200" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTsGHNpygLRlgSgbR2iIYILWmCL41jNG4coGHNWDIEbepsed5cyxplegQ8" width="148" /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 15px;">Setiap tanggal 7 Juni Mama selalu merayakan ulang tahunku. Pada ulang tahunku yang ke 12, mama memberiku sebuah kado yang sangat menarik. Sebuah sepeda mini termahal yang pernah dijual di Indonesia.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Aku senang menerima hadiah dari mama. Bukan saja karena harganya yang sangat mahal, tetapi juga karena mama memperbolehkan aku bersepeda ke sekolah.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Ketika usiamu menginjak 12 tahun engkau boleh bersepeda ke sekolah,” kata mama suatu hari.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Kenapa harus menunggu usia 12 tahun?” aku bertanya dengan kesal.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Tubuhmu kecil Nita. Kalau engkau bersepeda pada usia 10 tahun, aku khawatir akan keselamatanmu. Kendaraan yang begitu padat selalu menghantuiku.”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Akhirnya aku memaklumi kekhawatiran mama.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span></div><a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kini aku boleh bersepeda ke sekolah. Teman-temanku menyambutku dengan riang. Mereka senang karena aku mempunyai sepeda baru.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Aku boleh pinjam ya Nita?” seru Triana sambil mendekatiku.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Aku juga ya Nita?” kata yang lain.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Aku mengangguk lemah. Bukan aku tidak mau memberi pinjaman kepada teman. Aku khawatir mereka tidak bisa bersepeda dengan baik. Jika jatuh tentu sepedaku lecet, atau ada bagian yang rusak. Tapi tak mungkin aku menolak keinginannya.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Tapi hati-hati ya!” seruku mengingatkan.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Triana senang sekali ketika aku mengijinkan dia naik sepeda. Selama ini dia tidak pernah mempunyai sepeda. Kalau ingin naik sepeda selalu pinjam teman. Biasanya teman-teman jarang yang memberi pinjaman. Alasannya sederhana saja, takut sepedanya rusak.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Aku hanya melihat-lihat Triana bersepeda. Suatu saat hampir saja ia jatuh, tapi aku berhasil menangkapnya. Setelah itu aku tidak memperbolehkannya lagi. Setelah Triana kini Nunung yang pinjam. Karena aku sudah berjanji untuk memberikan pinjaman maka kuberikan sepeda kesayanganku.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Nunung lebih mahir bersepeda dari pada Triana, walaupun begitu dia agak ugal-ugalan. Di tempat yang sempit pun dia berani naik sepeda. Karena sikapnya yang ugal-ugalan itu maka ia terjatuh. Aku menjerit tapi Nunung hanya tersenyum saja.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Wah…pasti aku dimarahi mama,” kataku kepada Nunung.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Ah begitu saja marah. Mana mungkin mamamu akan marah? Bukankan kamu anak kesayangan?” kata Nunung tanpa memperdulikan perasaanku.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Enak saja kamu berbicara. Di rumah pasti mama memarahiku. Bisa-bisa aku tidak boleh naik sepeda lagi.”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ketika pulang sekolah hatiku bimbang. Pikiranku hanya teringat mama. Kalau aku bercerita terus terang tentu mama akan marah, tapi jika aku berbohong aku merasa berdosa. Kini sayap depan sepedaku terkelupas sedikit. Mama pasti akan mengetahuinya. Karena itu aku akan bercerita terus terang.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Bagaimana Nita enak kan memakai sepeda baru?”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Aku mengangguk.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Lho, kenapa wajahmu kusam? Ada apa, sayang?”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Aku secepatnya menjelaskan masalahnya. Hatiku bimbang.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Jadi temanmu yang jatuh?”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Aku mengangguk.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Semahal apapun sepeda tidak lebih baik dari persahabatan,” kata mama dengan wajah tenang.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Maksud mama?”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Jangan risaukan semua itu. Mama memang memberimu hadiah ulang tahun, tapi mana mungkin engkau sendiri yang akan naik sepeda? Bukankah teman-temanmu juga ingin mencobanya?”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sungguh aku malu kepada Nunung. Ketika Nunung menjatuhkan sepedaku, aku cemberut dan marah-marah. Ternyata mama justru sebaliknya.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Apakah engkau memarahi Nunung?”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Tentu saja Ma. Aku sayang sekali dengan sepeda baru itu. Mama membelinya dengan uang yang sangat banyak.”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Mama tertawa mendengar pengakuanku.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Nita, Nita…sekali lagi mama katakan…jangan engkau tukar persahabatan dengan sebuah sepeda. Jika engkau tidak mempunyai teman, pasti engkau susah. Tetapi jika kamu bersepeda dengan sepeda yang rusak sedikit, engkau masih tetap bahagia.”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Keesokan harinya, aku buru-buru menemui Nunung. Aku ingin minta maaf karena aku marah-marah kepadanya. Tetapi kata Triana, Nunung tidak masuk sekolah karena takut telah merusak sepedaku. Aku mengajak Triana ke rumah Nunung. Begitu tahu kedatanganku, Nunung berlari masuk ke rumahnya.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Nunung, aku datang untuk minta maaf kepadamu. Mama tidak memarahiku, mama maklum kesalahanmu. Karena itu aku kemari ingin minta maaf.”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Tak berapa lama, Nunung keluar dari kamarnya dan segera memelukku.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Maafkan aku, Nita. Aku telah merusak sepeda kesayanganmu!”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Maafkan aku juga Nung. Aku terlalu emosi!”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kami menjadi teman baik kembali.</span></div></div>games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-74062814709140076212011-08-24T09:09:00.000+07:002011-08-24T09:09:57.096+07:00Cerita Anak : Menanam Kebaikan<span class="Apple-style-span" style="clear: left; float: left; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img height="145" src="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQFeFqwui4rqySc_43iWofk0XH6CeHTrcoOLPVn4BetF4hUMCFq2sbsmxnn" width="200" /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Setiap orang punya cara tersendiri untuk menanam kebaikan . Begitu pula dengan Pak Saroji. Pensiunan guru itu hidup sederhana dengan isterinya. Tiga orang anaknya sudah berkeluarga, dan tinggal terpisah di luar kota.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Uang pensiunan Pak Saroji tidak besar. Jadi ia tak mampu menyumbang uang ke panti asuhan. Pak Saroji juga tak kuat membantu membangun rumah ibadah, karena ia sakit-sakitan. Tapi tentu masih banyak cara untuk berbuat baik, begitu pikir Pak Saroji.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Pak Saroji lalu merencakan sesuatu. Ia tak ingin hanya berdiam diri. </span></span><br />
<a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Suatu hari sepulang dari mengambil uang pensiun, ia membawa sekeranjang rambutan. Merah warna kulitnya, ranum, dan pasti manis rasanya!<span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Banyak sekali, Pak? Untuk siapa?” sambut Ibu Saroji penasaran.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Ya, untuk kita berdua!” jawab Pak Saroji sambil tersenyum.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Seminggu tidak bakal habis. Mana gigi sudah tidak utuh lagi!” lanjut Bu Saroji.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Gampang!”</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Lo? Maksud Bapak?”</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Panggil saja anak-anak tetangga itu. Kita undang mereka untuk makan rambutan. Apa salahnya? Selama ini pasti mereka anggap kita ini suami-isteri cerewet. Karena banyak melarang dan mengomeli apa saja yang mereka kerjakan!”</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Bu Saroji tak ingin lagi membantah. Ia tahu, suaminya pasti punya rencana baik.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Siang itu setelah makan bersama isterinya, Pak Saroji membawa semua rambutan itu ke teras rumah. Ia lalu memanggil anak-anak tetangga satu persatu. Umur mereka antara 10 hingga 15 tahun.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Kalian tentu suka buah rambutan?” tanya Pak Saroji spontan.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Tentu, Kek! Wah mimpi apa nih kok tiba-tiba Kakek berbaik hati dengan mengundang pesta rambutan!” celetuk Rusli sambil tertawa kegirangan.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Disanjung begitu Pak Saroji mengangguk-angguk. “Sudahlah, tak usah banyak bicara. Ayo kita sikat rambutan ini rame-rame!”</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Tanpa diperintah dua kali, Abid, Didi dan Sastri berebut cepat memilih butiran yang merah tua dan besar. Anak-anak lahap makan buah segar itu. Sesekali mereka berceloteh dan saling ledek. Lalu pecah tawa ria, yang diikuti senyum cerah Pak Saroji. Bu Saroji keluar membawa baki berisi 6 gelas es sirup.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Manis, Nak?” tanya Bu Saroji sambil berusaha menyembunyikan rasa penasaran.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Wah, sering-sering Nek bikin pesta kejutan begini. Asyik, lo!” ujar Mira.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Boleh juga! Tapi ada syaratnya!” jawab Pak Saroji serius. Dipandanginya mata satu per satu anak-anak yang duduk di lantai teras rumahnya. Serentak anak-anak berhenti mengunyah. Mereka menerka-nerka dalam hati apakah ini semacam jebakan?</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Syarat, Kek?” gumam Didi sambil meringis.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Gampang kok syaratnya. Jika kalian makan 10 butir rambutan, berarti ada 10 biji rambutan. Pesta buah bulan depan kita lanjutkan jika kalian bersedia mencari biji buah sebanyak yang kalian makan. Cari dimana saja, lalu serahkan pada Kakek!”</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Anak-anak tercengang. Ada perasaan menyesal setelah makan banyak-banyak. Tiap anak rata-rata makan 25 butir rambutan. Tapi sesaat kemudian mereka kembali tertawa-tawa. Tidak sulit mencari biji rambutan, berapapun banyaknya. Bukankah sekarang lagi musim rambutan?</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Bulan berikutnya Pak Saroji tidak ingkar janji. Sekeranjang buah salak ditenteng pulang. Anak-anak sudah menunggu. Kali ini 9 orang anak sudah berkumpul tanpa diundang. Mereka sudah tahu syaratnya. Cuma yang agak mengagetkan Pak Saroji ganti membawa buah salak.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Siap menerima tantangan?” tanya Pak Saroji meniru iklan di televisi.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Anak-anak jelas tertantang. Salak pondoh itu pasti manis sekali. Legit dan harum. Mereka mau saja memenuhi syarat yang telah disepakati. Maka begitulah berturut-turut. Setiap bulan Pak Saroji menyisihkan uang pensiunnya untuk membeli buah-buahan berbiji.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Sepetak tanah di belakang rumah Pak Saroji telah disiapkan untuk membuat persemaian. Biji buah yang disebarkan, ada pula yang ditanam di dalam polibek. Tanah dipupuk, dipetak-petak, dan diberi catatan penanaman. Seperti petugas pertanian. Ya, Pak Saroji sedang menyiapkan bibit buah-buahan. Tak sulit pula mengajak anak-anak membantu.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Nah, anak-anak bulan ini pesta buah berahir. Kini kegiatan kita menguji ketahanan kaki dan tubuh!” bujuk Pak Saroji kepada anak-anak yang terlihat agak kecewa.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Untuk apa, Kek? Menanam bibit?” tanya Rusli.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Tepat sekali!” ujarnya sambil mengelus kepala anak-anak yang ada di dekatnya. “Nenek sudah menyiapkan makan siang dengan goreng ikan mas, sayur lodeh, sambal terasi, dan minuman kelapa muda. Nanti kalau kita sudah sampai ke ujung desa.”</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Anak-anak sudah menyiapkan cangkul. Lima belas orang anak kini. Cukup banyak untuk mewujudkan cita-citanya. Pak Saroji tidak punya kebun, atau pekarangan yang luas. Jadi, bibit-bibit itu ditanam di kebun orang. Di pinggir pekarangan, di pematang, tepian sungai, dan tentu juga di lereng perbukitan belakang desa. Pak Saroji telah minta izin kepada pemilik lahan. Kegiatan itu dilakukan tiap hari minggu sampai semua benih dan bibit disebarkan. Anak-anak ternyata menikmati acara ini, sebab mereka dapat berpesta masakan Bu Saroji yang dikenal sangat lezat!</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Begitulah cara Pak Saroji berusaha menanam kebaikan. Ia tidak mengharapkan imbalan dan pujian. Orang-orang kagum akan keluhuran budi Pak Saroji.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Kelak jika desa itu menghijau dengan pohon buah-buahan, panen melimpah, dan nama desa menjadi terkenal, orang tentu tak lupa akan Pak Saroji. Sayangnya orang seperti Pak Saroji ternyata tidak banyak.</span></span>games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-40807232538712817582011-08-24T09:05:00.001+07:002011-08-30T01:08:45.542+07:00Cerita Anak : Bunda dan Kenanganku Bersamanya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><span class="Apple-style-span" style="clear: left; float: left; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img height="200" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQk--tGCE1spy23RYGP_dfOerg5tOT6bV2_diavVcZRIG11s1zx5J6KlQ" width="173" /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 15px;">Brek! Via menghempaskan tubuhnya di tempat tidur. Air matanya meleleh membasahi bantal. Hati Via betul-betul terluka mendengar omongan Bi Jum.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Lo, kenapa memangis?” tanya Eyang Putri cemas. Beliau meletakkan obat dan segelas air putih di meja.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Via diam tidak menjawab. Isaknya semakin jelas terdengar.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Eyang, benarkah Bunda tidak mau mengurus Via?” tanyanya terpatah-patah.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Siapa bilang?’</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Tadi di Puskesmas Bi Jum bercerita pada orang-orang. Katanya Bunda tidak mau mengurus Via. Bunda sibuk berkarir. Itulah sebabnya Via diasuh Eyang.”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Eyang mengangguk-angguk mulai memahami persoalan Via. Namun beliau belum menanggapi pertanyaan cucunya.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span></div><a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Minum obat dulu, ya. Nanti kita bicarakan hal ini,” bujuk Eyang seraya membantu Via minum obat. Sesekali terdengar helaan nafas panjangnya.<br />
Pagi tadi Eyang menyuruh Bi Jum, pembantunya mengantar Via berobat ke Puskesmas. Sudah dua hari Via pilek. Biasanya Eyang sendiri yang mengantar Via berobat. Namun tetangga sebelah meninggal. Eyang melayat ke sebelah.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Benarkah Bunda tidak mau mengasuh Via, Eyang?” desak Via penasaran.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Eyang menatap lembut cucunya yang sedang sedih dan gelisah. Dengan penuh kasih sayang tangannya yang keriput membelai Via.<br />
“Apakah Via merasa begitu?”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Via tercenung. Ya, sepertinya ucapan Bi Jum ada benarnya juga. Bude Laras dan Bulik Prita, saudara Bunda mengasuh sendiri anak-anaknya. Meskipun mereka berdua juga bekerja di kantor. Sementara Via diasuh Eyang.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Bingung, ya? Via, umumnya seorang anak memang tinggal bersama orang tuanya. Namun karena alasan tertentu, ada juga anak yang tinggal dengan orang lain.”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Dan alasan itu karena mereka tidak mau repot mengasuh anaknya, kan?” potong Via sengit.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Mmm, sebaiknya Via cari tahu sendiri ya, jawabannya. Nanti Eyang beritahu caranya.”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Via menatap Eyang tak berkedip. Dengan senyum tetap tersungging di bibir, Eyang beranjak mengambil kertas dan bolpoin.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Dulu, kalau Eyang kecewa terhadap seseorang, Eyang menulis semua hal tentang orang tersebut. Semua kenangan yang manis atau pun yang tidak menyenangkan. Biasanya begitu selesai menulis, hati Eyang lega. Pikiran pun menjadi jernih. Sehingga Eyang bisa menilai orang itu dengan tepat. Via mau mencoba cara ini? Tulislah kenangan tentang Bunda. Mudah-mudahan Via akan menemukan jawaban. Eyang ke dapur dulu, ya.”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Begitu Eyang berlalu, Via meremas kertas. Untuk apa menulis kenangan tentang Bunda? Bikin tambah kesal saja. Plung! Via melempar kertas ke tempat sampah.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Langit begitu biru. Via menatap gumpalan awan putih yang berarak. Dulu Bunda bercerita awan itu berlari karena takut digelitik angin. Kenangan Via kembali ke masa kecil. Bunda selalu mendongeng menjelang tidur. Bunda selalu memandikan dan menyuapinya. Tugas itu tidak pernah digantikan pembantu, meskipun Bunda juga bekerja di kantor.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Tiba-tiba jam kerja Bunda bertambah, karena hari Sabtu libur. Bunda tiba di rumah paling awal pukul 17.20. Kini Via lebih banyak bersama pembantu. Suatu ketika Bunda pulang lebih awal karena tidak enak badan. Saat itu waktu bagi Via tidur siang. Namun pembantu mengajaknya main ke rumah tetangga. Bunda marah dan pembantu ketakutan. Ia keluar.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sambil menunggu pembantu baru, Via ikut Bunda ke kantor sepulang sekolah. Mula-mula semua berjalan lancar. Lalu Via mulai sakit-sakitan. Akhirnya ia harus opname. Dokter menduga Via kurang istirahat dan makan tidak teratur. Bunda menangis mendengarnya. Ia merasa bersalah.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Eyang datang menawarkan diri mengasuh Via di Salatiga. Via senang sekali. Ia tidak akan kesepian karena banyak sepupunya yang tinggal tidak jauh dari rumah Eyang. Sebetulnya Bunda keberatan. Namun demi kebaikan Via, Bunda pun rela.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Setiap awal bulan Ayah dan Bunda bergantian ke Salatiga. Biasanya mereka tiba Minggu pagi. Sore harinya mereka sudah kembali ke Bandung, karena esok paginya harus ke kantor. Bunda pun selalu menyempatkan diri mengambil rapor Via. Atau menemani Via ikut piknik sekolah. Saat ulang tahun Via, Ayah dan Bunda cuti untuk merayakannya bersama.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ah, tiba-tiba ada aliran haru di dada Via. Keraguannya terhadap kasih sayang Bunda, hilang sudah.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Via, umumnya seorang anak memang tinggal bersama orang tuanya. Namun karena alasan tertentu, ada juga anak yang tinggal dengan orang lain,” kembali mengiang kata-kata Eyang.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Hop! Via bangkit meraih kertas dan pena. Ia mulai menuliskan kenangannya tentang Bunda. Sewaktu-waktu bila hatinya ragu ia akan membaca tulisannya kembali. Biarlah Bi Jum berpendapat Bunda tidak mau mengasuh dirinya. Namun Via yakin Bunda amat menyayanginya. Keyakinan itu akan ia jaga baik-baik. Via menghela nafas lega. Kini ia tidak boleh begitu saja terpengaruh ucapan orang lain.</span></div></div>games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-11027601353394953602011-08-24T09:03:00.002+07:002011-08-30T01:10:31.511+07:00Cerita Anak : David Menyayangimu, Pa !<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><span class="Apple-style-span" style="clear: left; float: left; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img height="200" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcS5KWRH7aQTSft7ZJqNPauGz5XydtB8dn65W9yyMnkDlmOhrCQV3JWHkg" width="193" /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 15px;">David duduk di bangku taman sambil menggoyang-goyangkan kakinya lesu. Doggy, anjing kecilnya, menguik-nguik mengitari kaki majikan kecilnya</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Jangan bersedih. Ayo, kita bermain,” mungkin itu yang dikatakan Doggy.<br />
Dari kejauhan, David melihat seorang anak perempuan bermain ayunan ditemani kedua orangtuanya. Dia memekik kesenangan ketika ayunan melambung tinggi.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Walaupun hanya punya papa, aku pun tak kalah bahagianya dengan mereka yang punya papa dan mama,” batin David. Dia lalu duduk di ujung papan jungkat-jungkit. Dengan mata sayu dipandanginya papan kosong di seberangnya. Tiap akhir pekan David dan papanya selalu datang ke taman mini. </span></div><a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Mereka akan memberi makan merpati, mencoba golf mini, naik undak-undakan pasir… tapi yang paling disukainya adalah naik papan jungkat-jungkit sambil makan es krim. Saat itu, mereka bisa ngobrol tentang banyak hal.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Kira-kira peran apa yang akan kamu mainkan, David?” tanya papanya menjelang lomba drama antar sekolah.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Yaa…saat pelajaran kesenian tadi, Bu Grasie memberitahukannya Jimi jadi Raja, Kris jadi Putri…sedangkan aku, jadi pangeran yang dikutuk jadi kodok,” ucap David lemah,” Selama pertunjukan aku akan berpakaian kodok berwarna hijau menyebalkan!”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Wow! Pakaian kodok! Betapa hebatnya peran itu. Semua orang tahu, betapa sulitnya berperan sebagai binatang. Papa yakin, Bu Grasie tahu kemampuan aktingmu yang hebat. Makanya dia memilihmu. Hm, hm, penonton pasti bertanya-tanya, siapa tokoh besar di balik pakaian kodok. Sesuai pertunjukan, Papa akan mengatakan pada mereka, ‘Itu anakku, David. Dia bermain dengan sangat baik, bukan?”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Mendengar papanya mengucapkan kalimat itu dengan mata berbinar-binar, David yang mulanya membenci peran kodoknya, pelan-pelan mulai menyukai perannya. Dia berlatih penuh semangat. Dan memang akhirnya sekolah David berhasil menjadi juara ke dua. David juga terpilih menjadi pemain favorit.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Papanya memang selalu membuatnya menjadi anak yang berarti. “Itu dulu. Sekarang Papa tak lagi menginginkanku,” desisinya sambil tetap memanang ujung papan jungkat-jungkit yang kosong.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kemarin, Bibi Katya, adik papanya datang. Tak sengaja, David mendengar percakapan Bibi Katya dan papanya. “David bukan anak kandungmu… Biar dia tinggal bersamaku,” bisik Bibi Katya. Papanya kemudian berkata, “Kalau begitu, besok David boleh tinggal bersamamu.”<br />
Lamunan David buyar ketika tiba-tiba Doggy melompat ke dadanya. Tampaknya dia bosan dicuekin. David memeluk erat. Dulu Doggy dipungutnya dari dalam kardus bertuliskan PELIHARALAH SAYA. Hal itu biasa dilakukan terhadap anjing-anjing yang dibuang pemiliknya. “Nasib kita sama, Doggy. Aku pun diambil Papa dari panti asuhan.”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Doggy tak mungkin diserahkannya pada orang lain meskipun dibayar.<br />
“Pasti Papa punya alasan sendiri…kalau tidak, tak mungkin aku diserahkan pada Bibi Katya,” David mencoba menghibur dirinya sendiri.<br />
Setibanya di rumah, David melihat dua koper berjejer di samping tangga. Isinya pasti pakaianku, pikir David sedih. Dia melihat papanya turun dari tangga sambil menenteng satu koper lagi.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Ah, sudah pulang rupanya. Sejak pagi Papa mencarimu,” papanya tersenyum lebar.<br />
Davis berusaha keras menahan air matanya.<br />
“Bersiap-siaplah. Sebentar lagi Bibi Katya menjemput. Papa betul-betul minta maaf, semalam tak sempat mengatakannya padamu. Rencananya pagi ini Papa akan memberitahu, tapi kamu ke taman, ya?”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">David tetap diam. Dia mengikuti papanya ke ruang makan. Sebentar lagi, papanya pasti akan mengatakan,” David, kamu bukan anakku. Aku tak menyayangimu lagi. “David benar-benar ngeri membayangkannya.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“David…” papanya mulai bicara,” Kamu tahu kalau Bibi Katya tak punya anak. Dia dan suaminya memutuskan untuk mengangkat anak laki-laki seusiamu. Tapi mereka takut tak dapat mebahagiakan anak itu. Semalam Bibi Katya meminta Papa agar mengizinkanmu tinggal bersamanya selama dua minggu. Hanya untuk memastikan bahwa mereka telah siap menjadi orang tua yang baik. Karena sekarang kamu libur sekolah, Papa pikir, tidak ada salahnya kamu tinggal bersama mereka selama dua minggu. Kamu bersedia menolong mereka,kan?”<br />
David membelalakkan mata.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Papa harap, seminggu lagi kamu sudah kembali. Dua minggu tanpamu pasti membosankan. Tak ada yang memijat kaki Papa, tak ada yang menyambut Papa pulang kantor…dan tak ada yang mengucapkan ’selamat malam’ ketika akan tidur.”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">David segera memeluk papanya erat-erat,”Pa, aku akan segera kembali. Karena aku sayang Papa sebanyak bulu Doggy.”<br />
Papa David terkekeh, “Kalau bulu Doggy rontok, apakah sayangmu juga lenyap?”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">David menggeleng kuat-kuat, “Aku akan lebih menyayangi Papa. Tidak sebanyak bulu Doggy saja, tapi sebanyak bulu anjing di seluruh dunia ini.”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">David tak peduli lagi walaupun Papa bukan papa kandungnya. Yang penting dia menyayangi papanya dan Papa menyanyanginya.</span></div></div>games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-41785749017757917382011-08-24T08:57:00.001+07:002011-08-30T01:10:09.103+07:00Cerita Anak : Landak yang Kesepian<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><span class="Apple-style-span" style="clear: left; float: left; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img height="117" src="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQi3mHMfBu-1oEeKnLRZVVPUIHGPzjATKzXpqP2-riKMw89uzakc5TfZER3" width="200" /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 15px;">Di hutan yang rindang, hidup seekor anak landak yang merasa kesepian. Landi namanya. Landi tidak mempunyai teman karena teman-temannya takut tertusuk duri tajam yang ada di badannya. “Maaf Landi, kami ingin bermain denganmu, tapi durimu sangat tajam,” kata Cici dan teman-temannya. Tinggallah Landi sendirian. Ia hanya bisa bersedih. “Mengapa mereka tidak mau berteman dan bermain denganku?, padahal tidak ada seekor binatang pun yang pernah tertusuk duriku,” gumam Landi.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span></div><a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Hari-hari berikutnya Landi hanya melamun di tepi sungai. “Ah, andai saja semua duriku ini hilang, aku bisa bebas bermain dengan teman-temanku”, kata Landi dalam hati. Landi merasa tidaklah adil hidupnya ini, selalu dijauhi teman-temannya. Ketika sedang asyik dengan lamunannya, muncullah Kuku Kura-kura. “Apa yang sedang kau lamunkan, Landi?” sapa kuku mengejutkan. “Ah, tidak ada,” jawab Landi malu. “Jika kau mempunyai masalah, aku siap mendengarkannya,” kata Kuku.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Kuku kura-kura kemudian duduk di sebelah Landi. Lalu Landi mulai bercerita tentang masalahnya. “Kau tak perlu khawatir. Aku bersedia menjadi sahabatmu. Percayalah!” kata kuku sambil menjabat tangan Landi. Betapa girangnya hati Landi. Kini ia mempunyai teman. “Tempurungmu tampak begitu berat. Apa kau tidak merasa tersiksa?” tanya Landi. “Oh, sama sekali tidak. Justru tempurung ini sangat berguna. Tempurung ini bisa melindungiku. Jika ada bahaya, aku hanya perlu menarik kaki dan kepalaku ke dalam. Hebat kan ? Selain itu aku tak perlu repot mencari tempat tinggal. “Rumahku ini bisa berpindah-pindah sesuai keinginanku”, kata Kuku kura-kura sambil mempraktekkan apa yang dikatakannya. Landi landak merasa terhibur.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Suatu hari, teman Landi yang bernama Sam Kodok berulang tahun. Semua diundang, termasuk Landi Landak.”Ayo Landi, kau harus datang ke pesta itu,” bujuk Kuku kura-kura. “Aku tidak mau karena nanti teman-teman yang lain pasti akan menjauhiku karena takut tertusuk duri,” kata Landi dengan sedih. “Jangan khawatir, kau kan tidak sendirian. Aku akan menemanimu. Di sana banyak kue yang lezat dam tentu saja buah apel loh!” Mendengar kata apel, Landi menjadi tergoda. Ia memang sangat menyukai apel. Akhirnya Landi mau juga berangkat bersama Kuku kura-kura.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Pesta Sam kodok sangat meriah. Wangi aneka bunga tercium disetiap sudut ruangan. Ada dua meja panjang diletakkan di sisi kiri dan kanan halaman Sam kodok. Di atasnya tersedia berbagai macam kue dan buah-buahan. “Lihat! Di dekat meja ada satu tong sirup apel !, kata Landi”. Landi dan Kuku kura-kura memberikan selamat pada Sam kodok. Setelah meniup lilin. Semua bertepuk tangan sambil bernyanyi “Selamat Ulang Tahun”. Pada saat berdansa, semua yang diundang menghindar dari Landi landak. Mereka takut tertusuk duri Landi landak. Akhirnya, Kuku kura-kura lah yang menemani Landi berdansa.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Tiba-tiba, pesta yang mengasyikkan itu terhenti dengan teriakan Tito. Ia datang sambil berlari ketakutan. “Awas! Serigala jahat datang! Tolong…! Tolong…! Teriaknya dengan napas tersengal-sengal. Semua menjadi ketakutan. Mereka berlarian menyelamatkan diri. Karena tidak bisa berlari, Kuku kura-kura langsung memasukkan kepala dan kakinya ke tempurung rumahnya. Sedangkan Landi Landak segera menggulung tubuhnya menjadi seperti bola. Serigala jahat yang mengejar teman-teman Landi tidak melihat tubuh Landi. Tiba-tiba, “Brukk, aduhhh…” teriak serigala jahat. Ia tertusuk duri tajam Landi Landak. Sambil menahan sakit, Serigala jahat langsung lari tunggang langgang. Maka selamatlah Landi dan teman-temannya.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">“Hore..! Hore…! Hidup Landi Landak!” semua binatang mengelukan Landi. Landi menjadi tersipu malu karenanya. “Maafkan aku Landi, selama ini aku menjauhimu. Padahal kau tidak pernah menyakitiku. Ternyata duri tajammu itu telah menyelamatkan kita semua,” sesal Cici Kelinci. Akhirnya semua yang datang ke pesta Sam Kodok meminta maaf pada Landi Landak karena telah menjauhinya kemudian mereka pun berterima kasih pada Landi Landak karena telah melindungi mereka dari serigala jahat. Kini, Landi Landak tidak merasa kesepian lagi. Teman-temannya tidak takut lagi akan durinya yang tajam. Bahkan mereka merasa aman jika Landi berada didekat mereka.</span></div></div>games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-22574066349274555432011-08-24T08:53:00.001+07:002011-08-30T01:10:18.875+07:00Cerita Anak : Kisah Kitty Si Burung Kutilang<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><span class="Apple-style-span" style="clear: left; float: left; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img height="117" src="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQvFj5We4kKZeCW6ipblJGy7uqhI3yFzWg7jsrIwZGFiBjVhLtEzFFLVVQ" width="200" /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 15px;">Mia adalah seorang anak yang baik hati. Ia tinggal bersama orangtuanya di suatu desa. Karena ramah dan baik hati, ia mempunyai banyak teman di lingkungan rumah maupun sekolahnya. Mia adalah anak terkecil diantara 4 bersaudara. Setiap harinya, Mia dan kakak-kakaknya selalu diajari kedisiplinan dan budi pekerti oleh orangtuanya. Mia sangat senang dengan binatang. Binatang yang ada dirumahnya, dipeliharanya dengan rajin. Sudah lama Mia ingin memelihara kucing, tetapi Ibunya melarang binatang peliharaan yang dipelihara di dalam rumah karena membuat dalam rumah kotor.</span><br />
<a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 15px;">Suatu hari, Mia sedang pergi menuju sekolahnya. Ia pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Jarak antara rumah dan sekolahnya tidak terlalu jauh hanya 300 meter. Di tengah jalan, ia melihat seekor anak kucing yang masih kecil terjatuh ke dalam selokan. Mia merasa kasihan dengan anak kucing itu. Lalu ia mengangkat anak kucing itu dari selokan dan menaruhnya di tempat yang aman kemudian Mia melanjutkan perjalanannya ke sekolah. Bel tanda masuk berbunyi. Mia dan teman-temannya segera masuk ke kelas.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Di sekolahnya, Mia termasuk anak yang cerdas. Ia selalu masuk dalam rangking 3 besar. Ia sering mengadakan kelompok belajar bersama teman-temannya di waktu istirahat maupun setelah pulang dari sekolah. Dalam kelompok belajar itu, mereka membahas pelajaran yang telah mereka dapatkan dan juga membahas pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru. Kriiingg… Bel tanda waktu pulang berbunyi! Mia dan teman-temannya segera bergegas membereskan buku-bukunya dan segera keluar ruangan.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Di perjalanan pulang, ketika sedang mengobrol dengan teman-temannya, Mia melihat anak kucing yang tadi pagi dilihatnya dalam selokan. Anak kucing itu mengeong-ngeong sambil terus mengikuti Mia. Mia tidak sadar ia diikuti oleh anak kucing itu. Sesampainya di rumah, ketika akan menutup pintu, Mia terkejut karena ada anak kucing mengeong sekeras-kerasnya. Mia baru menyadari kalau anak kucing yang ditolongnya, mengikutinya sampai rumah.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Mia mohon pada Ibunya, agar ia di izinkan memelihara kucing kecil itu. “Tidak boleh!, nanti hewan itu membuat kotor rumah”, ujar Ibu Mia. “Tapi bu, kasihan kucing ini! ia tidak punya tempat tinggal dan tidak punya orangtua”, kata Mia. Setelah beberapa saat, akhirnya Ibu membolehkan Mia memelihara kucing dengan syarat binatang itu tidak boleh ditelantarkan dan jangan sampai mengotori rumah.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sejak saat itu, Mia memelihara anak kucing itu. Setiap hari ia memberi minum dan makan anak kucing itu. Lama-lama Mia menjadi sangat sayang dengan anak kucing itu. Mia memberi nama anak kucing itu Kitty. Semenjak dipelihara Mia, Kitty menjadi bersih dan gemuk, bulunya yang berbelang tiga membuatnya tambah lucu.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Beberapa bulan kemudian, Si Kitty menjadi besar. Suatu hari, Mia melihat seekor burung kutilang yang tergeletak di halaman rumahnya. Mia mendekati burung kutilang itu dan mengangkatnya. Ternyata burung kutilang itu terluka sayapnya dan tidak bisa terbang. Mia merawat burung itu dengan penuh kasih sayang. Si Kitty merasa cemburu karena merasa Mia menjadi lebih sayang pada burung kutilang daripadanya. Padahal Mia tetap menyayangi si Kitty. Karena merasa tidak diperhatikan lagi, setiap Mia tidak ada, si Kitty selalu menakut-nakuti burung kutilang tersebut.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Setelah dirawat Mia selama seminggu, burung kutilang itu jadi sembuh. Beberapa hari kemudian, ketika Mia baru pulang dari sekolah, ia melihat pintu kandang burung kutilangnya terbuka dan ada bercak darah di bawah kandang burung kutilangnya. Mia berpikir jangan-jangan si Kitty memakan burung Kutilangnya. Ketika melihat si Kitty, Mia jadi lebih curiga karena pada mulut si Kitty terdapat bercak darah. Karena saking kesalnya, Mia mengambil sapu dan mengejar si Kitty untuk dipukul. Si Kitty segera berlari masuk ke kolong tempat tidur.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ketika melihat ke kolong Mia sangat terkejut karena ada seekor ular yang sudah mati dibawah kolong tempat tidurnya. Akhirnya Mia sadar, si Kitty telah menyelamatkannya dengan menggigit ular tersebut. Mia baru ingat kalau ia lupa menutup pintu sangkar burungnya. Mia menyesal ketika ingat akan memukul si Kitty. Padahal kalau tidak ada si Kitty mungkin ular tersebut masih hidup dan bisa mencelakainya. Akhirnya Mia sadar akan kesalahannya dan memeluk si Kitty dengan erat. Sejak kejadian itu, Mia jadi lebih sayang dengan Si Kitty.</span></div></div>games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-39831331720229699272011-08-24T08:51:00.000+07:002011-08-24T08:51:12.442+07:00Cerita Anak : Kisah Bunga Chery<span class="Apple-style-span" style="clear: left; float: left; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img height="151" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcR5NeAJfSW4aBroGB7S8BRi3ojxbfr7nlmsk8NFpjlV1_JsHTHMvp2XRs8" width="200" /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Di suatu puri, hiduplah seorang bangsawan dengan putri tunggalnya yang jelita, bernama Manuella. Orang-orang biasa memanggilnya Putri Manu. Sejak kecil Manuella tidak memiliki ibu lagi. Ayahnya sangat menyayanginya. Segala keinginan Manuella selalu dipenuhi. Ini membuat Manuella menjadi sangat manja. Semua yang ia inginkan harus ia dapatkan. Dan ayahnya belum pernah menolak keinginan Manuella. Malah selalu segera mengabulkannya.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Salah satu kegemaran Manuella adalah berganti-ganti pakaian. Dalam satu hari ia dapat berganti pakaian empat sampai lima kali. Di kamarnya terdapat enam lemari pakaian yang indah. </span></span><br />
<a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Namun ia belum merasa puas.<span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Ayah, lemari pakaian Manu telah penuh. Buatkan lemari pakaian yang baru dan besar ya,” pintanya pada suatu hari.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Tentu anakku. Ayah akan segera memanggil tukang kayu terpandai di negeri ini. Dan menyuruhnya membuat lemari pakaian di sepanjang lantai atas puri ini.”</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Oh Ayah! Manu tidak sabar menunggu lemari itu selesai. Dan mengisinya dengan pakaian-pakaian yang indah…”</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Ayahnya tertawa sambil memeluk Manuella dengan penuh kasih sayang. Dibelainya rambut anaknya yang berwarna keemasan. Begitulah kehidupan Manuella dari tahun ke tahun.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Pada suatu hari di musim semi, ayahnya berteriak-teriak memanggil Manuella.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Manuella, kemari, Nak! Ayah ingin berbicara denganmu.”</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Seminggu lagi hari ulang tahun Manuella yang ke 17. Ayahnya akan mengadakan pesta besar untuknya. Anak-anak bangsawan dari berbagai negeri akan diundangnya. Mendengar hal itu Manuella menari-nari gembira.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Ayah, di pesta itu Manu ingin memakai gaun terindah. Dan ingin menjadi putri tercantik di dunia.”</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Anakku, kaulah putri tercantik yang pernah Ayah lihat! Ayah akan segera mendatangkan para penjual kain. Juga memanggil penjahit terkenal untuk merancang gaun yang terindah untukmu…”</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Keesokan harinya datanglah para penjual kain dari berbagai negara. Mereka membawa kain-kain yang terindah. Manuella sangat gembira. Setelah memilih-milih, ia menemukan selembar kain sutera putih, seputih salju. Sangat halus dan indah luar biasa. Seorang penjahit yang terkenal segera merancang, mengukur dan menjahit gaun yang sesuai dengan keinginan Manuella. Manuella sangat puas melihat gaun barunya. Segera dikenakannya gaun itu, lalu menari-nari di depan kaca. Rambutnya yang panjang terurai keemasan…</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Hm, kau sungguh putri tercantik di dunia. Setiap tamu akan kagum padamu nanti,” gumam Manuella sambil meneliti apa lagi yang kurang pada penampilannya. Tiba-tiba ia sadar, tidak ada hiasan di kepalanya. Ia segera mencari ayahnya,</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Ayah, Manu perlu hiasan untuk rambut Manu….”</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Anakku, kenakan saja mahkota emasmu. Cocok dengan rambutmu yang keemasan,” kata ayahnya.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Akh, Manu bosan ayah..” jawab Manuella.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Bagaimana kalau mahkota berlian? Ayah akan segera memesannya jika kau mau,” bujuk ayahnya.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Tidak, tidak! semua itu tidak cocok dengan baju dan rambut Manu” teriak Manuella.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Oh..anakku..mutiara yang dikenakan ibumu ketika ia menikah dengan ayah sangat indah, kau boleh memakainya nak…ayah ambilkan ya…”kata ayahnya dengan sabar.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Tidak. Manu ingin yang lain yang terindah,” katanya sambil berlari menuju halaman.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Manuella, kembali anakku, sebentar lagi akan datang tamu-tamu kita” teriak ayahnya. Tapi Manuella tak mau mendengar ayahnya, ia berlari ke halaman yang dipenuhi dengan pohon-pohon cheri, dimana bunga-bunganya yang putih bersih memenuhi setiap ranting-rantingnya, sehingga cabang dan rantingnya yang berwarna cokelat hampir tak tampak lagi.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Manuella berlari dari satu pohon ke pohon yang lain, dan tiba-tiba ia berpikir “Betapa indahnya bunga-bunga cheri ini, aku ingin merangkainya menjadi mahkotaku.” Ketika tangannya akan meraih sebuah bunga, terdengarlah suara yang halus.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Jangan sentuh kami, jauhilah kami. Kalau tidak, kami akan mengubahmu menjadi bunga!” Manuella menoleh ke kiri dan ke kanan, tapi ia tak melihat seorang pun. Ia berlari ke sebuah pohon yang lain, dan ketika ia akan memetik bunganya, terdengar lagi suara yang sama.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Dengan penuh kejengkelan berteriaklah Manuella sambil memandang pohon itu, “Hai, dengar! Tak ada seorang pun di negeri ini yang dapat melarangku, dan semua orang di negeri ini tahu, segala keinginanku harus terpenuhi! Siapa yang berani melarangku?”</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Tiba-tiba bertiuplah angin dan bersamaan dengan itu terdengarlah suara yang halus. “Dengar Manuella, tak ada seorang pun di dunia ini yang bisa mendapatkan segala yang diinginkannya. Tidak juga kau…”</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Bohong, bohong, selama ini segala keinginanku selalu dipenuhi, dan sekarang aku akan memetik bunga-bunga ini untuk mahkotaku, dan tak seorang pun berhak melarangku” teriak Manuella sambil menendang pohon-pohon disekitarnya.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Kau akan menyesal Manuella, jika tidak kau jauhi kami…”</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Dan ketika tangan Manuella menyentuh sebuah bunga, berubahlah ia menjadi bunga, di antara bunga-bunga cheri yang lain yang ada di pohon itu. Ia menangis menyesali segalanya, tapi sudah terlambat. Ia melihat tamu-tamu berdatangan. Ia mendengar suara tawa tamu-tamunya, tapi ia tak dapat ikut serta. Ia menangis dan menjerit-jerit, tapi tak seorang pun mendengarnya.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Hari semakin sore, lampu-lampu di seluruh puri dinyalakan, musik mulai diputar dan seluruh tamu yang diundang telah datang. Ayahnya bingung mencari Manuella diseluruh puri, kemudian ia bersama para pelayan mencari Manuella diseluruh halaman sambil berteriak.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Manuella…Manuella….dimana kau nak….” Manuella dapat mendengar suara ayahnya dan para pelayan yang berteriak-teriak memanggilnya. Ketika ia melihat ayahnya berdiri tepat di bawahnya, ia berusaha berteriak sekuat tenaga, tapi ayahnya tak dapat mendengar suaranya dan ia mulai menangis, air matanya menetes dan jatuh ke kepala ayahnya. Manuella melihat bagaimana ayahnya mengusap air yang menetes di kepalanya, dan bergumam perlahan.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Akh …mulai hujan, di mana engkau bersembunyi anakku..” Dengan menundukkan kepala ia kembali ke puri dan menyuruh seluruh pelayannya kembali karena dipikirnya sebentar lagi akan turun hujan.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Setelah tamu terakhir meninggalkan puri, dan musik dihentikan, sang ayah diam termangu di depan jendela. Lampu-lampu puri dibiarkan menyala semua, karena ia berpikir anaknya akan kembali dan ia akan dapat dengan mudah melihat jalan menuju puri.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Anakku, diluar dingin. Dimana engkau nak…kembalilah anakku. Ayah sangat kuatir” gumam ayahnya seorang diri dengan sedih. Tiba-tiba bertiuplah angin yang membawa sura jerit Manuella “Ayah…ayah…tolong Manu ayah…tolong…”</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">“Manuella…Manuella…di mana engkau nak, ayah datang…ayah akan segera datang nak” teriak ayahnya dengan penuh harapan. Ia segera membangunkan para pelayan untuk mencari Manuella di sekitar puri dan di seluruh halaman sekali lagi. Mereka mencari Manuella setapak demi setapak, tapi sampai pagi merekah, Manuella tak pernah ditemukan kembali.</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 15px;">Sang ayah telah putus asa, dan ia berhari-hari hanya duduk di depan jendela, menanti angin datang yang kadang-kadang membawa jeritan anak tercintanya. Ia yakin itu suara anaknya, tapi ia tak pernah tahu dari mana suara itu sampai akhir hayatnya. *</span></span>games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-23325558882521390142011-08-24T08:49:00.000+07:002011-08-24T08:49:04.727+07:00Cerita Nyata : Kisah Segelas Susu<span class="Apple-style-span" style="clear: left; float: left; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img height="153" src="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRZCB55ixKex4mp_hOIQITRaeZE1iVd7UDcN6zVi7gbG1CEoMyhmi8CBJY" width="200" /></span><br />
<br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Suatu hari, seorang anak lelaki miskin yang hidup dari menjual asongan dari pintu ke pintu, menemukan bahwa dikantongnya tersisa beberapa sen uangnya, dan dia sangat lapar.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Anak lelaki tersebut memutuskan untuk meminta makanan dari rumah berikutnya. Akan tetapi anak itu kehilangan keberanian saat seorang wanita muda membuka pintu rumah. Anak itu tidak jadi meminta makanan, ia hanya berani meminta segelas air.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Wanita muda tersebut melihat, dan berfikir bahwa anak lelaki tersebut pastilah lapar, oleh karena itu ia membawakan segelas besar susu.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"></span></div><a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Anak lelaki itu meminumnya dengan lambat, dan kemudian bertanya “berapa saya harus membayar untuk segelas besar susu ini ?” Wanita itu menjawab : “Kamu tidak membayar apapun”. “Ibu kami menajarkan untuk tidak menerima bayaran untuk kabaikan” kata wanita itu menambahkan.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Anak lelaki itu kemudian menghabiskan susunya dan berkata : ” Dari dalam hatiku akau berterima kasih pada anda.”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Bertahun-tahun kemudian, wanita muda tersebut mengalami sakit yang sangat kritis. Para dokter di kota itu sudah tidak sanggup menanganinya. Mereka akhirnya mengirimnya ke dokter besar, dimana terdapat dokter spesialis yang mampu menangani penyakit langka tersebut.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Dr. Anwar dipanggil untuk melakukan pemeriksaan. Pada saat ia mendengar nama kota asal wanita tersebut, terbersit seberkas pancaran aneh pada mata Dr. Anwar.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Segera ia bangkit dan bergegas turun melalui ruang rumah sakit, menuju kamar si wanita tersebut.<br />
Dengan berpakaian jubah kedokteran ia menemui si wanita itu.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ia langsung mengenali wanita itu pada sekali pandang. Ia kemudian kembali ke ruang konsultasi dan memutuskan untuk melakukan upaya terbaik untuk menyelematkan nyawa itu. Mulai hari itu, ia selalu memberikan perhatian khusus pada wanita itu.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya diperoleh kemenangan??? Wanita itu sembuh !!.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Dr. Anwar meminta bagian keungan rumah sakit untuk mengirimkan seluruh tagihan biaya pengobatan kepadanya untuk persetujuan. Dr. Anwar menuliskan sesuatu pada pojok atas lembar tagihan, dan kemudian mengirimkannya ke kamar pasien.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Wanita itu takut untuk membuka tagihan tersebut, ia sangat yakin bahwa tak akan mampu membayar tagihan tersebut walaupun harus diangsur seumur hidupnya.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Akhirnya ia memberanikan diri untuk membaca tagihan tersebut, dan ada sesuatu yang menarik perhatiannya pada pojok atas lembar tagihan tersebut. Ia membaca tulisan yang berbunyi??” Telah dibayar lunas dengan segelas susu !! ” tertanda, Dr. Anwar Yusuf. Air mata kebahagiaan membanjiri matanya. Ia berdoa : “Tuhan, terima kasih, bahwa cintamu telah memenuhi seluruh bumi melalui hati tangan manusia.”</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">(15 Jul 2003)(dwpp/truestory/F</span></div>games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7954197913308519449.post-73565190227708977872011-08-24T08:46:00.001+07:002011-08-30T01:10:48.760+07:00Cerita Rakyat China : Kisah Pengemis dan Putri Raja<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><span class="Apple-style-span" style="clear: left; float: left; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img height="200" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTeLrmREFTIV3AASl5vaJS_CDdlxq5lGVWOFLEP7VYErJFxCMPFuqA4MTA" width="174" /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 15px;">Tersebutlah seorang putri raja yang cantik jelita. Karena bergelimang harta, Sang Putri mempunyai sifat buruk. Ia selalu menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak perlu. Sedangkan Sang Raja tak pernah menolak kemauan putrinya.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"> Salah satu kegemaran Sang Putri adalah mengumpulkan perhiasan dari intan permata. Ia sudah memiliki berlaci-laci perhiasan dari berbagai negeri.</span></div><div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Suatu saat Raja mengajak Sang Putri berkeliling kota. Setelah singgah di berbagai tempat, mereka berhenti di depan bangunan indah. Di depan bangunan itu terdapat air mancur. Sang Putri sangat terpesona dengan air mancur yang elok itu. Air mancur itu memancarkan butir-butir air yang sangat indah. Karena terkena sinar matahari, butiran-butir air itu memancarkan cahaya kemilau bak intan permata. Sang Putri semakin terpesona.</span></div><a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Sepulang dari perjalanan, Sang Putri minta dibuatkan air mancur di depan istana. Raja mengabulkan permintaan itu. Maka berdirilah air mancur nan megah seperti keinginan Sang Putri. Bukan main gembiranya Sang Putri. Tiap hari ia memandangi air mancur itu. Suatu hari ketika Sang Putri duduk di pinggir air mancur itu, jari manisnya kejatuhan air mancur. Butiran air itu menjalar melingkari jari manis Sang Putri laksana cincin. Begitu tersinari matahari, lingkaran air itu memancarkan cahaya bak cincin permata.<br />
Sang Putri berdecak kagum. Ia berlari menemui Sang Raja.<br />
“Ayahanda, saya ingin dibuatkan cincin permata dari butiran air,” pinta Sang Putri.<br />
Raja tak kuasa menolak keinginan putrinya. Segera Sang Raja memerintahkan abdi kerajaan mencari ahli permata.<br />
Datanglah seorang ahli permata. Raja lalu menceritakan keinginan putrinya. Sang ahli permata mendengarkan dengan seksama.<br />
“Ampun, Baginda. Hamba baru kali ini mendapatkan permintaan seperti itu. Hamba minta waktu untuk memikirkannya,” kata ahli permata. Ia tampak kebingungan.<br />
“Kalau begitu, kuberi waktu dua hari. Tapi, kalau gagal, penjara telah menantimu!” tukas Sang Raja.<br />
Dua hari kemudian, ahli permata itu datang untuk memberitahu bahwa ia tak dapat memenuhi permintaan Sang Putri. Sesuai perjanjian, ahli permata itu dijebloskan ke penjara. Kemudian Sang Raja memerintahkan mencari ahli permata lain. Tapi, beberapa ahli permata yang datang ke istana mengalami nasib serupa dengan ahli permata pertama. Raja sudah putus asa. Ia tak tahu harus berbuat apa lagi demi putri kesayangannya.<br />
Sementara itu, Sang Putri terus menuntut agar permintaannya dikabulkan.<br />
Tiba-tiba seorang pengemis tua terbungkuk-bungkuk mendatangi istana.<br />
“Kamu ahli permata?” sergah Sang Raja.<br />
“Bu … bukan, Baginda. Hamba hanya seorang pengemis. Tapi, mengapa Baginda menanyakan ahli permata?” Si Pengemis balik bertanya.<br />
Lalu Sang Raja bercerita tentang keinginan putrinya.<br />
“Izinkan hamba mencobanya, Baginda,” ujar Si Pengemis kemudian.<br />
“Awas, kalau gagal, penjara tempatmu!” ancam Sang Raja.<br />
Si Pengemis kemudian memanggil Sang Putri.<br />
“Tuan Putri, tolong bawa butiran air itu kemari!” pinta Si Pengemis kepada Sang Putri seraya menunjuk air mancur di depan istana.<br />
Sang Putri menuruti saja perintah Si Pengemis karena ia sudah tak sabar memiliki cincin yang diidamkannya. Begitu berada di sisi air mancur ia menengadahkan tangannya. Sebutir air jatuh tepat di atas telapak tangannya. Cepat-cepat ia bawa butiran itu ke pengemis.<br />
Tapi, sebelum sampai ke pengemis, butiran air itu menguap habis. Sang Putri mengulanginya. Kini ia berlari. Namun apa daya, tetap saja ia tak mampu membawa butiran air.<br />
Memang hari itu sedang sangat panas sehingga membuat butiran air cepat menguap. Dan ini memang siasat Si Pengemis, ia datang pada saat cuaca panas.<br />
“Kalau butiran airnya tidak ada, bagaimana hamba bisa mengabulkan permintaan Sang Putri?<br />
Saya kira tak seorang pun mampu membuat cincin kalau bahannya tidak ada. Hamba khawatir Tuan Putri yang cantik dan pintar ini akhirnya mendapat julukan putri bodoh karena menginginkan sesuatu yang tak ada.”<br />
Sesudah berkata demikian, Si Pengemis dengan tenang meninggalkan istana. Apa yang dikatakan Si Pengemis sangat menyentuh hati Sang Putri. Sang Putri menyadari kekeliruannya. Lalu ia meminta Raja membebaskan semua ahli permata. Seluruh perhiasan intan permata yang dimiliki Sang Putri dibagikan kepada ahli permata sebagai ganti rugi. Sejak saat itu Sang Putri hidup sederhana dan tidak pernah minta yang bukan-bukan.</span><br />
<div style="line-height: 15px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">dongeng dari china</span></div></div>games top com.http://www.blogger.com/profile/11795905839442938284noreply@blogger.com0